Selamat datang....

Semoga setelah membaca perasaan anda menjadi PLONG!

Minggu, 06 November 2011

Kambing Hitam

Kita tahu bahwa tanggal 7 November 1917 penanggalan Gregorian terjadi sebuah revolusi di Rusia yang dilakukan oleh kaum buruh sosialis pimpinan Lenin. Walaupun pada waktu itu yang berlaku adalah kalender Julian yang bertepatan dengan tanggal 25 Oktober 1917, maka sering juga disebut Revolusi Oktober. Setelah mereka kaum komunisme (gabungan marxisme dengan leninisme) berhasil menguasai Petrograd sebagai ibukota Rusia, dilanjutkan dengan dikalahkannya pemerintahan nasionalis pimpinan Alexander Kerensky, sejak runtuhnya Kekaisaran Romanov dengan raja terakhir Tsar Nicolas II turun tahta secara legal pada 15 Maret dan transfer kekuasaan legal diberikan dengan proklamasi yang ditandatangani Adipati Agung Michael. Revolusi selalu disebabkan ketidakpuasan rakyat terhadap pelayanan para pemimpinnya terhadap urusan mereka.

Namun dibalik itu semua, para sejarawan melihat ada kambing hitam yang menjadi korban. Kebetulan esok hari adalah hari raya besar kaum muslimin Idul Qurban, yang juga penyembelihan 'kambing hitam' setelah sholat Idhul Adha. Kambing hitam di Rusia itu adalah Grigory Yefimovich Rasputin. Seorang lelaki miskin yang dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1969 di Tobolsk, sebuah desa yang jauh dari ibukota kerajaan. Dia terlunta-lunta di hamparan salju yang membekukan, teraniaya oleh perlakuan masyarakat. Kemudian ketika dewasa dia belajar tentang berbagai macam hal sehingga menjadi dirinya sendiri. Dengan keyakinan kuatnya dia mendeklarasikan diri menjadi utusan Tuhan bagi Rusia. "Aku adalah Rusia. Kebahagiaanku adalah kebahagiaan Rusia. Dan percik darahku adalah percik darah Rusia," teriak lantangnya pada diri dan orang-orang di sana.

Rasputin sering disebut biarawan sinting walaupun bukan seorang biarawan. Orang-orang menimpuk tubuh kurusnya dengan bebatuan karena menganggapnya gila dengan praktek ilmu sihirnya. Dan dia berhasil membawa sihir ke istana. Masa lalu yang laknat membawanya menjadi orang suci di istana Tsar Nicolas II di Petersburg. Ketika itu Tsarevich Alexei, putra mahkota Rusia terpeleset di kamar mandi dan darah tak berhenti mengucur dari lukanya karena menderita hemofilia. Tatkala Rusia sedang mempersiapkan sebuah monarchi konstitusional setelah manifesto Oktober. Tsar Rusia menunjuk Peter Stolypin, intelektual yang menjadi harapan Rusia sebagai Perdana Menteri. Rusia menunjukkan perkembangan positif di bidang industri dan pertanian dengan kepemimpinan pemerintahnya. Sehingga bagi Tsarina Alexandra, Stolypin dianggap sebagai klilip, iblis yang akan merebut mahkota suaminya kelak.

Di bulan Oktober 1912 itulah Rasputin yang selama ini terlunta-lunta, datang pada momentum yang tepat. Berhasil menghentikan darah Tsarevich Alexei yang sedari jatuh tanpa henti mengucur. Padahal Tsarina Alexandra sepuluh hari tak tidur mendampingi putra mahkota tercintanya. Dan tiada satu dokter pun yang sanggup menangani waktu itu. "Jangan sedih Ratu, Tuhan melihat air mata seorang ibu,. Pangeran kecil tak akan mati!" ucap Rasputin. Dia kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Alexei, dan tiba-tiba wajah pucat pasi putra mahkota berangsur-angsur memerah kembali, darah mampet dari lukanya. Sejak itu, Rasputin begitu dekat dengan Tsarina yang menganggapnya utusan suci Tuhan dengan mukjizat yang diperlihatkan ketika mengobati putranya.

Kelakuan sang gembel bagaikan 'kere munggah bale' di istana Tsar Rusia yang mewah. Ia menikmati istana yang hangat dengan pesta anggur dan menggagahi para perempuan yang rela disetubuhi dalam sebuah orgi, layaknya dukun cabul yang mengatakan,"Akulah utusan Tuhan!".Keadaan semakin menggila di istana, tatkala sang kaisar Nicolas II memimpin Rusia melawan Jerman pada Perang Dunia I. Tsarina Alexandra merasa terpojok dan terasing, karena semua mata dalam istana menatapnya laksana musuh. Kebetulan dia adalah wanita yang berasal dari Jerman, negeri musuh besar suaminya kini. Maka hanya kepada Rasputinlah ia 'bersandar diri'. Rasputin dengan 'kekuatan ilahiahnya' semakin besar kekuasaannya.

Para penghuni istana semakin tidak tahan dengan polah tingkah Rasputin yang sudah melewati batas norma kemanusiaan dengan pesta anggur dan seksnya. Di saat situasi semakin tak terkendalikan maka pada penghujung tahun 1916, Rasputin menulis surat kepada sahabatnya Tsarina.
      
"Kutulis surat ini di St. Petersburg. Aku merasa akan mampus sebelum tanggal 1 Januari. Karena itu kukabarkan kepada rakyat Rusia, kepada bapa, kepada bunda, kepada anak-anak, dan kepada tanah Rusia, apa yang seharusnya mereka ketahui," begitulah surat terakhirnya tertanggal 7 Desember 1916. "Jika aku dibantai oleh saudara-saudaraku kaum petani Rusia, maka engkau, Tsar Rusia, tak perlu takut akan masa depan anak-anakmu. Mereka akan tetap di singgasana selama ratusan tahun. Tapi jika aku dibunuh oleh para bangsawan, dan jika mereka menumpahkan darahku, tangan mereka akan terus kotor oleh darahku, selama 25 tahun mereka tidak akan bisa membasuh tangan mereka dari darahku. Mereka akan terusir dari Rusia. Mereka akan saling bunuh sehingga dalam kurun 25 tahun tak akan ada lagi bangsawan di negeri ini. Maka jika kau dengar dentang lonceng yang mengabarkan kematian Grigory, kau harus tahu; jika keluargamu yang menyebabkan kematianku, maka sekali lagi kukatakan, tidak ada satu orang pun dari keluargamu yang akan tetap hidup selama lebih dari dua tahun..."

Usianya yang ke 47 tahun, setelah 22 hari sejak penulisan surat di atas, tepatnya tanggal 29 Desember 1916 Rasputin diracun sianida dengan dosis untuk mematikan sepuluh orang. Hari itu, dia dijebak di istana Pangeran Felix Yusupovsky saudara Tsar Nicolas II dengan tipu muslihat bahwa istri Pangeran yang cantik ingin bertemu dengan utusan Tuhan yang suci. Namun dia belum mati, racun tak mempan, maka dari belakang dia ditembak berkali-kali oleh dua anggota keluarga. Tetap bisa bertahan hidup dan kembali 3 tembakan menembus tubuhnya, tetapi tidak mati juga. Segera dia ditangkap dan dipukuli dengan tongkat kemudia diseret untuk ditenggelamkan ke dalam sungai Neva yang dingin. "Darah yang mengalir dari tubuhku adalah darah Rusia...,"katanya. Lonceng berdentang. hasil autopsi menyimpulkan penyebab kematiannya adalah karena dibenamkan atau tenggelam.

Bulan Februari 1917 terjadi revolusi yang mengakibatkan abdikasi TsarNicolas II, runtuhnya kekaisaran Rusia dan berakhirnya Romanov. Pemerintahan provisional non komunis (gabungan kaum liberal dan sosialis) di bawah Pangeran Georgy Lvov menggantikan Tsar, dan terjadilah huru hara Juli 1917 dengan naiknya pemerintahan nasionalis Alexander Kerensky. Pada bulan Oktober kemudian Tsar dan seluruh keluarga kekaisaran dinasti Romanov dibantai dalam sebuah Revolusi Bolshevik pimpinan Lenin yang komunis. Namun, itulah Rasputin yang punya peran kecil, menjadi kambing hitam jatuhnya Kekaisaran Romanov. Selalu saja kekuasaan yang zhalim mengambinghitamkan sesuatu yang remeh dibalik kekurangan mereka sendiri. Untuk itulah waktunya kita sembelih 'kambing hitam' itu esok hari. Semoga menjadi Idul Adha yang barokah bagi umat muslim khusunya dan umat manusia pada umumnya, dan tak ada 'kambing hitam' lagi di negeri Indonesia tercinta ini.

Wallahu a'lam bi ash shawab, astaghfirullah al azhim. Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar. Allahu akbar waliLlahilhamd!

Sabtu, 05 November 2011

Arofah

Istri saya bernama Umu Arafah, maka setiap momentum Hari Arofah selalu special buat kami sekeluarga. Bukan hanya pada bulan Februari dia dilahirkan, atau pada Hari Kartini di bulan April dan pada 22 Desember di Hari Ibu saja. Namun pada hari ini semua anggota keluarga menjalankan ibadah Puasa Arofah bukan karena untuk menghormati dan mencintainya. Artinya puasa Arofah kami tidak berhubungan dengan nama Umu Arofah tentunya, hanya sebuah kebetulan namanya sama, itulah specialnya. Diantara puasa yang dapat menghapus dosa adalah puasa hari Arafah, karena dia dilakukan pada suatu hari yang amat agung. Dengan keagungan hari tersebut, maka puasa di hari Arafah ini juga penuh dengan keagungan.

Puasa hari Arafah ini dilaksanakan tanggal 9 Dzulhijjah, seiring dengan berkumpulnya seluruh jamaah haji atau wuquf di Padang Arafah. Puasa Arafah ini disunnahkan bagi umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji, tidak dianjurkan berpuasa, karena pada saat melaksanakan wuquf ini mereka sangat memerlukan stamina tubuh yang prima agar tetap stabil sehingga dapat memperbanyak ibadah, dzikir, dan doa secara optimal. Kalau kita ada kesempatan melakukan ibada haji, merinding rasanya ketika berada di Padang Arafah, menyaksikan lautan jamaah haji yang berkumpul di tempat suci itu. Satu rukun haji yang paling penting yaitu wuquf di padang Arafah. kami sekeluarga merindukan itu...

Wuquf di Padang Arafah merupakan rukun dan puncak manasik (ibadah) haji. Jika seorang jamaah tidak datang melakukan rukun haji tersebut pada waktu yang sudah ditentukan, maka hajinya tidak sah dan harus mengulangi haji tahun mendatang. Dengan wukuf inilah sebagai gambaran bagi kita untuk menyatukan langkah bagi kaum muslimin sedunia. Dan dengan wukuf ini pula kita teringat bahwa suatu ketika yang hanya bagi Allah rahasia itu ditanganNya, yaitu datangnya hari akhir ketika seluruh umat manusia sejak Adam hingga kiamat dikumpulkan yang tanpa perlindungan kecuali perlindungan dari sang Pencipta saja. Ibu lupa bayinya, suami melupakan istrinya, sahabat melupakan karibnya, hanya memikirkan nasibnya sendiri saja. Disinilah saya memberikan taushiah pada istri dan anak-anak, agar menjadikan Allah Ta'ala sebagai satu-satunya sandaran kehidupan.

Ada beberapa hadist yang menjelaskan tentang keutamaan puasa hari Arafah ini, di antaranya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam menyebutkan, hari itu adalah hari pengampunan dosa; pada hari itu pula para hamba yang Allah Azza wa Jalla kehendaki dibebaskan dari api neraka.
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

 “Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka lebih banyak daripada di hari Arafah” (H.R. Muslim).

Ketika ditanya tentang puasa hari Arafah, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam menjawab:.
"صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنَّهُ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ".

“Saya berharap kepada Allah agar puasa hari Arafah dapat menghapuskan (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya” (H.R. Muslim).

Tidak semua dosa akan dihapuskan karena menurut sebagian para ulama, yang dimaksud dengan dosa dalam hadits di atas bukanlah dosa besar, melainkan dosa-dosa kecil. Dengan berlandaskan hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam :
الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, shalat jum’at sampai ke shalat jum’at berikutnya, puasa Ramadhan ke puasa Ramadhan berikutnya adalah sebagai penghapus (dosa) apabila perbuatan dosa besar ditinggalkan”. (HR. Muslim)

Sepulang sekolah anak-anak bercerita kalau di sekolah hanya mereka tadi yang berpuasa, setelah mendengar beberapa penjelasan di atas mereka lega dan tetap bersemangat. Dan kalian wahai istri dan anak-anakku, kesinilah mari kita berdoa bersama: “Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. ” 

Jumat, 04 November 2011

Sadar Diri

Dalam hidup ini, setiap insan di dalam perjalanan seringnya hanya melihat sekelilingnya. Wadhuh, alangkah hijaunya rumput tetangga. Waah, dia bisanya hanya sebatas itu, jauhlah dengan diri saya. Weee, itu barang milik teman sekerja bagus amat, amat saja nggak bagus!. dan berbagai komentar selalu diucapkan, tanpa mau bercermin, siapakah dirinya. Sejauh mana segala retorika pidatonya dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak diantara kita yang malas untuk 'ndelok githoke dhewe' alias introspeksi dan kejujuran pada diri sendiri. Berbanyak-banyak waktu untuk merenungkan diri kita, kiprah kita, berkaca menghitung diri, latihan ngudoroso... Senyampang belum terlambat kesadaran bermuhasabah!

Saya teringat suatu kisah, Umar bin Abdul Aziz (Khalifah pada masa Bani Umayyah) sedang menangis kemudian didatangi seseorang. Kemudian orang itu bertanya dengan hati-hati,"Mengapa engkau menangis wahai Amirul Mukminin?” “Bukankah engkau telah menghidupkan banyak sunnah dan menegakkan keadilan?” tanya orang itu lagi dengan nada menghibur. Umar masih terus menangis. Tidak ada tanda-tanda ia akan berhenti dari tangisnya. Beberapa saat kemudian, barulah ia menyahut seraya berkata, ”Bukankah aku kelak akan dihadapkan pada pengadilan Allah, kemudian aku ditanya tentang rakyatku. Demi Allah, kalau benar aku telah berbuat adil terhadap mereka, aku masih mengkhawatirkan diri ini. Khawatir kalau diri ini tidak dapat menjawab pertanyaan seandainya banyak hak rakyatku yang aku dzalimi?” Air mata Umar terus mengalir dengan derasnya. Tidak lama berselang setelah hari itu, Umar menghadap Allah subhanahu wata'ala. Ia pergi untuk selama-lamanya.

Amirul Mukminin yang menangis dan terus menangis itu, hanyalah satu contoh dari kisah ’orang-orang risau. Ya, orang-orang yang selalu punya waktu untuk merasa risau, gundah, dan khawatir. Bahkan sebagian mereka mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk risau. Risau terhadap dirinya, terhadap orang-orang di sekitarnya, atau terhadap beban dan tanggung jawab yang dipikulnya. Paradigma orang yang menemui Umar, dalam kisah di atas, sangat berbeda dengan paradigma Umar, yang tetap saja menangis. Orang itu bertanya heran mengapa Umar masih menangis, karena dalam pandangan dirinya, Umar sudah sangat terkenal keshalihan dan kebajikannya. Umar telah banyak melakukan kebaikan, berlaku adil kepada rakyat. Dan bahkan mengantarkan mereka kepada kehidupan yang makmur dan damai.

Namun Umar bin Abdul Aziz tetap sadar untuk menangis. Tangis kerisauan dari seseorang yang mengerti betul bagaimana ia mesti ber-etika di hadapan Tuhannya. Tangis Umar adalah ekspresi kerisauan. Kerisauan seorang penguasa yang memikul tanggung jawab berat. Tanggung jawab memimpin ribuan rakyat. Ia juga tangis seorang yang telah menapaki tangga-tangga hikmah. Yang keluasan ilmu dan amalnya semakin membuatnya merunduk dan merendah. Kerisauan seorang Umar, adalah bukti bahwa setinggi apapun derajat hidup orang, sesungguhnya ia bisa risau. Meski kerisauan setiap orang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan justru di sinilah inti permasalahannya. Ialah bahwa sejarah selalu mencatat, orang-orang besar sepanjang jaman, adalah orang-orang yang punya waktu untuk risau, mengerti mengapa harus risau, dan apa yang mereka risaukan. Sebagian bahkan meniti awal kebesarannya dari awal kerisauannya.

Karena rasa risau adalah titik api pertama, yang akan melontarkan sikap-sikap positif berikutnya, lalu membakarnya hingga menjadi matang. Sikap mawas, selalu mengevaluasi diri, tidak besar kepala, bertanggung jawab, tidak mengambil hak orang, dan lain-lainnya. Keseluruhan sikap-sikap itu, pemantiknya adalah risau. Demikian pula kerisauan Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam terhadap ummatnya ketika menjelang ajal menjemput. Hanya ummat yang selalu beliau risaukan. Hanyalah ummat yang selalu diperhatikan, kesadaran untuk mawas diri sekelas Rasulullah itu begitu tinggi akan tanggungjawab yang diembannya sebagai pemimpin ummat akhir zaman. Dan disitulah letak kemuliaannya di atas seluruh ummat manusia.

Dan kisah berikut juga menjadi ibrah bagi kita, tentang kesadaran yang terlambat. Ketika lilin di kamar Louis XV padam menandakan Kaisar Perancis itu mati oleh gempuran dahsyat penyakit cacar sehingga mukanya menghitam dan mengeluarkan bau busuk. Naik tahta cucunya dengan gelar Louis XVI yang didampingi Maria Antoinette, permaisuri jelita bak malaikat pembawa cahaya baginya. Puluhan ribu rakyat Perancis mengelu-elukan mereka berdua ketika pemunculannya di balkon istana untuk pertama kali, mungkin seperti Pangeran William dan Kate kemaren di Inggris. Ya, rakyat jatuh hati pada pada permaisuri nan cantik dan muda penuh cinta. Antoinette segera menulis surat kepada ibundanya,"Rakyat menyamutku ibu, aku tak akan melupakan itu!".

Tapi Antoinette begitu cepat lupa, ketika sambutan terlampu sering karena rutinitas membuatnya tak peka dan tak lagi terharu. Putri bungsu Maria Theresa ratu Austria ini merasa perlakuan dirinya itu sudah sewajarnya karena ia adalah perempuan strata tertinggi di istana Versailles. "Sekalipun Tuhan telah menakdirkan hal ini, tetapi alangkah menakjubkan, bahwa anak ibu kini terpilih sebagai ratu sebuah kerajaan terindah di Eropa," tulisnya dalam surat kepada ibundanya. Aapa jawaban sang ibu dengan kurir bernama Mercy,"Saya rasa zaman gemilang buat Antoinette sudah lewat." Ibunda merasa kematian Louis XV terlampau cepat, sehingga dianggapnya sebuah beban berat mahkota yang nangkring di kepala anak dan menantunya yang masih belia.

Si ibu sangat mengenal anaknya yang cantik, lincah dan tidak terlalu suka berpikir. Putrinya ini menikah terlalu muda hanya karena untuk kepentingan politik waktu itu. Yaitu Austria ingin mengakhiri ketegangannya dengan Perancis, sekaligus mencari sekutu dalam menghadapi Prusia (sekarang Jerman). Dan terbukti, Antoinette yang muda dan badung memberontak terhadap kekakuan etiquette istana Versailles. Tiga putri Louis XV alias para iparnya memanfaatkan kebadungannya untuk membenci Madame Dubarry, seorang selir Louis XV yang ingin menggenggam istana setelah wafatnya permaisuri. Dan Dubarry bukanlah lawan sepadan bagi Antoinette. madame ini langsung terdepak setelah Louis XV meninggal, apalagi suaminya menggantikan sang kakek menjadi raja muda baru.

Raja muda yang peragu, gugup, lemah dan tak pandai bicara ini mempunyai kekurangan yang sudah bukan rahasia lagi waktu itu, yaitu dalam tujuh tahun perkawinannya, ia gagal diranjang. Kemandulan raja segera menjadi isu politik di daratan Eropa. Intrik di istana semakin menggila, dan Louis XVI menjadi seorang penyendiri dan tidak berani menatap wajah orang lain. Maka Antoinette mengatasi kebekuan ranjangnya dengan menjadi 'Madame Defisit' karena menggunakan anggaran kerajaan untuk pesta pora, berfoya-foya dimeja perjudian. "Buat aku tidak menjadi soal jika engkau dikawani suamimu, engkau selalu mengembara seorang diri," tulis ibunya di Austria yang galau dengan kegelapan masa depan anaknya. "Ibu, apakah aku harus mati karena rasa jemu?" balasnya.

Anda wahai pembaca, jangan coba-coba punya niatan untuk menemaninya, waspadalah! Rumput sendiri lebih hijau lho dari pada punya tetangga. Hehehe....Waktu berlalu, Antoinette menapaki anak tangga kejatuhannya. Kegemarannya berpesta makin mengobarkan manuver-manuver dalam istana dan menyalakan api perlawanan kaum republiken di luar istana. Kas negara devisit untuk biaya pestanya dan rakyatpun kelaparan dimana-mana. Maka dulu waktu mengajar tentang Revolusi Perancis di kelas II SMP saya sampaikan tentang Ratu Bangkrut ini. Ada sedikit harapan setelah tujuh tahun perkawinannya, Raja operasi ringan -bukan lewat Mak Erot- Antoinette merasakan kebahagiaan tak terkira, kebahagiaan seorang istri yang baru saja diperawani. Karena thok cer atau cus plenthung, ia segera hamil anak pertama dan seterusnya sampai empat kali. Nggak usah cerita prosesnya, wong anda lebih berpengalaman dari pada Louis XVI.

Maria Antoinette sangat mencintai anak-anaknya, walau yang hidup hanya dua, karena keguguran dikehamilan kedua dan bayi ke empat meninggal. Sayang, kesadaran atau mawas dirinya terlambat. Ia menjadi orang asing bagi rakyat Perancis. Kaum republiken mencaci maki, saudar raja yang mengincar tahta makin jahat tabiatnya, karena seperti sudah tanpa harapan. Maka di tengah kebencian semua pihak dia menjadi sasaran empuk bagi berbagai fitnah, dan yang terkeji adalah ia dianggap memperkosa dan menyetubuhi anak lelakinya sendiri yang baru berusia 8 tahun. Sebuah konspirasi kelas tinggi dan mengerikan.

Demikian, revolusi dimulai dari dalam istananya sendiri. Setelah revolusi Perancis sukses dengan Liberte, Fraternite, dan Egalite maka peradilan dilakukan untuk Antoinette. Anak lelakinya yang masih kecil dipaksa untuk mengakui kebenaran tuduhan, dan si anak pun akhirnya terpaksa mengakui. Dalam persidangan, Antoinette bersaksi,"Kalau saya tidak menjawabnya, ini karena nurani dan sifat kewanitaan saya menolak untuk menjawab tuduhan keji semacam itu yang ditujukan kepada seorang ibu. Ini juga permohonan saya pada semua ibu yang hadir di sidang ini." Permaisuri yang dicaci maki itu memperoleh simpati, tetapi ia tak sanggup untuk menyelamatkan jiwanya. Riwayat ini berakhir ketika tajamnya pisau guilotin (semacam pemotong kertas foto copy) memisahkan kepala dari tubuhnya. Sang ibu Maria Theresa tak bisa menyaksikan akhir perkawinan politik yang dirancangnya karena sudah lebih dulu mati.

Kamis, 03 November 2011

Tidak!

Sedari awal anak-anak saya sudah belajar kata 'tidak!' ketika kami orang tuanya memberikan beberapa pancingan. Pagi ini sebelum berangkat sekolah si bungsu diminta ibunya memakai baju,"Ayo nak, bajunya cepat dipakai." "Tidak!" jawabnya. "Aku minta baju lain!" dia memberi alasan mengapa tidak mau memakai baju yang disodorkan atau pilihan ibunya. Ketika menceritakan sesuatu kepada si sulung dan si tengah, kadang dengan sengaja saya menyelipkan beberapa kata yang masih asing ditelinganya. Kemudian saya bertanya,"Ada yang ditanyakan nak, mungkin tidak maksud kata-kata abah?" Dia menjawab,"Apa sih maksudnya bla...bla...bla?" Sehingga, seringnya dia belajar berkata tidak dan belajar bertanya mengakibatkan kekritisannya muncul. Akhirnya, seringkali gurunya dibuat repot dengan segala bentuk protes.

Sangatlah naif jika banyak anak-anak kita yang hanya diajarkan bagaimana berkata,"Ya saya paham!" padahal mereka tidak mengerti, dan tetap tidak mengerti. Berkata demikian karena dorongan rasa takut dimarahi jika dikatakan tidak tahu alias bodo, atau takut berkata tidak dengan penolakan tersebut mengakibatkan munculnya kekerasan pada mereka, atau hanya sekedar menyenangkan penanya agar tidak terlalu lama pembahasan karena mereka sudah bosan. Anak-anak banyak diajarkan tentang penyeragaman, pemaksaan kehendak untuk mengikuti alur pemikiran orang lain dan tidak mengenal dirinya sendiri.

Untuk belajar berkata "Tidak!", kita dapat menengok kisah budak yang bernama Spartacus. Dia terlahir sebagai seorang budak, ya benar budak struktural warisan kedua orang tuanya. Sejak pertama kali menarik nafas dia telah terelenggu di bawah ketiak orang Romawi. Para budak memecahkan gunung batu dengan otot-otot mereka yang kuat bertumbuh. Untuk pembebasan, maka yang harus dikatakannya adalah berkata,"Tidak!". Bersama budak lain yang dipimpinnya, Spartacus melarikan diri, menghimpun kekuatan, dan memperhitungkan tempo yang tepat untuk meninggalkan Romawi menuju kemerdekaan.

Berbekal kekayaan yang mereka kumpulkan, akhirnya Spartacus dan kawan-kawan berhasil memesan 500 kapal kepada seorang perompak. Namun usaha mereka telah tercium oleh tuannya bangsa Romawi. Sehingga bajak laut yang dipesani kapal datang kepada Spartacus untuk membatalkan perjanjian mereka beberapa hari menjelang rencana. "Maaf sobat, Romawi telah memaksaku mengingkarimu," kata sang perompak. "Kalau begitu, kami akan berperang melawan pasukan Romawi!" kata Spartacus dengan geram. Perompak memberikan nasehat," Jangan sobat, lihatlah nasibmu pada bola nujum. Kau akan kalah!". "Huahaha...kami akan menang, sobat!" jawab Spartacus tak kalah garang. "Kau akan mati. Apakah kau tetap akan berperang walaupun sudah tahu pasti akan mati?" tanya perompak. Dengan segala kemantapan hati, Spartacus menjawab,"Jika kau bangsawan Romawi, maka kematian menjadi sebuah bencana. Namun bagi seorang budak, kematian adalah pembebasan. Aku akan berperang melawan mereka, karena apapun hasilnya, kamilah pemenangnya!"

Disusunlah barisan kekuatan para budak untuk menghadang laju gerakan pasukan Romawi yang semakin mendekat. Perang pun meletus dan diakhiri dengan penawanan para budak kembali. Saya tidak mengatakan kemenangan Romawi ataupun kekalahan para budak. Semua budak tertangkap dan sebagian gugur membela kehormatannya. Disaat seperti itulah, Varinia istri Spartacus melahirkan bayi mereka. Bayi yang lahir dalam keadaan suci namun menjadi budak seperti orang tuanya. "Hai budak! Akhirnya kalian kembali ke tempat asal kalian..." seru seorang tuan Romawi bernama Crassus kepada sisa-sisa laskar budak yang dirantai menjadi tawanan.

Saudaraku, itulah kehidupan semu. Setiap kekuasaan yang diperoleh karena nafsu, pada dasarnya manusia selalu gemar dengan ketidaksetaraan. Mereka sengaja mengumbar hawa nafsunya agar dari masa ke masa selalu ada penghambaan, eksploitasi dan patronase. Dalam semua segi kehidupan. Kehidupan yang semu. Amarah yang menyala di mata Spartacus menentang mata Crassus. Maka panglima pasukan Romawi itu menjadi bergetar dan merasakan hawa dingin yang merasuki seluruh tubuhnya. Kesombongan yang telah diajarkan iblis membuatnya mendongak ke atas, sebuah upaya menghindari tatapan mata tajam Spartacus.

"Yang manakah Spartacus?" berteriak lantang ia mencari diantara sekian orang bermata tajam. Tidak disangka, satu per satu para tawanan yang dirantai berdiri tegak dan mengatakan,"Aku Spartacus!" Crassus semakin gemetaran. Tidak kurang akal, maka segera ditemui pedagang budak yang dulu menjual Spartacus. Dengan mudah Spartacus dapat dikenali sejak kedatangannya dalam penjualan budak di arena gladiator. Sejak itulah Spartacus menjadi sahabat Antoninus, bekas budak Crassus. Sahabat terdekat yang saling mencintai di kala suka dan duka tentunya. Dibisikkanlah sebuah ungkapan legendaris kepada sahabatnya,"Apabila ada seribu orang yang menyatakan 'tidak', maka Romawi akan jatuh dan para budak akan menjadi orang bebas!".

Ucapan 'tidak!' itulah yang sangat tidak disukai Crassus dan tuan-tuan Romawi. Tidak boleh seorangpun yang mengucapkan kata 'tidak!' karena akan mengurangi dan merongrong kewibawaan Imperium Romawi. Kekuasaan adikuasa Romawi tidak boleh ditundukkan oleh seorang budak. Sebagaimana kekuasaan rezim Amerika Serikat dengan hak veto di PBB tidak boleh ditundukkan oleh bangsa Palestina. Kekuasaan status quo selalu terusik ketika ada klilip-klilip kebenaran yang diungkapkan. Kekuasaan yang gemetar ketakutan oleh kata 'tidak!' membawa Spartacus dan Antoninus segera dilemparkan di tengah arena. "Aku akan menguji rasa kesetiaan para budak, bertarunglah kalian!," kata Crassus.

Dua orang sahabat erat saling erhadapan. Keduanya membawa pedang terhunus. "Aku akan membunuhmu Spartacus. Sebab, jika kau keluar dari arena ini, mereka bangsat Romawi itu pasti akan menyalibmu. Karena cintaku, aku tak tega kau disalib oleh meraka,"bisik Antoninus menjelang pertarungan. Spartacus membalas,"Aku yang akan membunuhmu, ini perintahku terakhir! Romawi keparat itu tak boleh menyiksamu di tiang salib." dan pertarungan dimulai dengan kesungguhan, masing-masing berikhtiar untuk membunuh sahabat terdekatnya. Sebab, kematian adalah pembebasan. Pertarungan berakhir ketika mata pedang Spartacus menancap di dada Antoninus. "Maafkan aku," bisik Spartacus ke telinga karinya. "Aku mencintaimu, Spartacus! Seperti aku mencintai ayahku yang mengajarku menyanyikan lagu-lagu kebaikan," rintih Antoninus menjelang ajalnya. Spartacus menimpali,"Aku mencintaimu, Antoninus. Seperti aku mencintai anakku ayng belum pernah kulihat wajahnya."

Mereka berdua saling berpelukan dalam persahabatan. Kematian tiada artinya bagi keterbelengguan, sehingga tiada kata takut untuk mati. Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam memberikan pertanda datangnya hari akhir ketika mewabahnya penyakit 'wahn' yaitu penyakit cinta dunia dan takut mati. Dan hari itu, Antoninus meraih kebebasan dengan kematian di tangan sahabatnya sendiri. Spartacus dan tawanan lainnya pun melewati tahapan yang sama menuju kematian dengan disalib dan dipancangkan di sepanjang jalan keluar kota Roma. Pemimpin pemberontakan para budak itu mati di tiang salib, namun doanya yang diucapkan setiap malam menjelang kematiannya agar anaknya lahir sebagai orang merdeka dikabulkan Yang Maha Kuasa. Dan di hari kematiannya, seorang Senator lawan politik Crassus di Romawi mengeluarkan surat pembebasan bagi Varinia dan bayinya. Ya, orok Spartacus memanen perjuangan ayahnya : Kemerdekaan!

Selasa, 01 November 2011

Kecendekiawanan Islam

Setelah belajar tentang sejarah Negeri Turki dan Negeri Jepang, saya teringat akan budaya taqlid dan ijtihad. Walaupun saya bukan ahli fiqih, namun pengen rasanya membahasnya karena beberapa hal berhubungan dengan tradisi kecendekiawanan. Taqlid merupakan suatu mekanisme pewarisan dan pengakuan otoritas masa lampau yang menghasilkan akurasi pengalaman dan informasi. maka tidaklah mengherankan dalam kehidupan kita mengandung unsur taqlid. Yang merupakan larangan adalah paham taqlid artinya taqlid sebagai isme yang tertutup. Sehingga cenderung mensakralkan masa lampau atau orang-orang suci terdahulu. Inilah yang kemudian menghasilkan kaum konservativisme yang tidak inklusif.

Cobalah kita melihat perjalanan Bangsa Turki sebagai bangsa bukan barat yang dipelopori oleh Kemal Pasha (nggak ada hubungannnya dengan UNGU) sebagai bangsa yang berusaha dan mendeklarasikan sebagai negara modern. Sampai detik ini saya menulis, kenyataan menunjukkan belum berhasil menjadi negara modern. Turki tetaplah menjadi bagian dari anggota negara-negara dunia ketiga. Sangatlah kontras jika dibandingkan dengan Bangsa Jepang yang lebih berhasil menjadi modern daripada Turki yang Islam. Padahal afinitas kultural antara orang Islam dan barat lebih dekat dibandingkan dengan Jepang. Dan sampai detik ini, Jepang jauh melampaui Turki dalam prestasi, sungguh menakjubkan.

Ada sesuatu yang mesti diluruskan tentang orang-orang Islam, berkaitan dengan taqlid dan ijtihad. Ketika pasukan Mongolia menjarah dunia Islam pada dinasti Abbasiyah dengan menghancurkan Baghdad, eskalasinya tidak sampai Mesir. Sebuah keberuntungan yang akhirnya disaat sekarang ini dunia Islam masih memiliki Universitas Al Azhar sebagai pusat intelektualisme. Ini disebabkan Mesir masih bisa dan berhasil meneruskan tradisi kecendekiawanan Islam. Namun untuk menjadi negara modern, Mesir pun mulai berubah tradisi meniru barat sebagai patokan. Banyak ulama Islam yang tidak sanggup mengembangkan pemikiran-pemikiran baru dalam menyelami dan memahami kandungan al Qur'an. Mereka mengadopsi hukum-hukum barat untuk mengganti hukum-hukum Islam.  Gejala tersebut melanda ke seluruh bangsa-bangsa Muslim di dunia, tentunya termasuk di nusantara, yang saat ini berdiri Negara Indonesia. Akibatnya adalah tidak berkembangnya keilmuan Islam dalam kehidupan alam yang semakin komplek.

Sebenarnya baik Turki, Mesir dan Indonesia merupakan pelajaran terbaik tentang dampak pemutusan kultural intelegensia dengan masa lampaunya. Jika Turki disimbolkan dengan keputusan Kemal Pasha menggantikan huruf hija'iyyah Arab  sebagai medium penulisan ilmu pengetahuan dengan tulisan latin. Bangsa Turki sekarang ini akhirnya tidak bisa menggali lagi khasanah kekayaan dunia keilmuan pada masa Kekhalifahan Utsmani dan tidak mampu memahami warisan budaya mereka sendiri, jika dicoba pun harus memulainya kembali dari nol. Jadi orang Turki menjadi tawanan kekinian dan kedisinian, yang tidak bisa lagi menengok kebelakang (tertutup) akibat dari penggantian huruf tadi dan sulit untuk menengok ke depan karena harus menghadapi bangsa Eropa yang sudah demikian kompetitifnya. Inilah akhirnya membuat Turki mengalami kemiskinan intektual, dengan minimnya karya-karya besar dari orang Turki sekarang. Tidak jauh terjadi hal seperti itu pada bangsa Mesir dan bangsa Indonesia.

Sedangkan disatu pihak, Jepang selalu memelihara kontinuitas tradisi. Artinya ada tradisi taqlid pada mereka, sekali lagi bukan taqlidisme. Mereka menjadi negara ultramodern sekarang dengan tidak terputus dari masa lalunya. Bangsa Jepang tidak pernah berpikir untuk mengganti huruf Jepang dengan huruf laatin dalam dunia keilmuan dan keseharian. Oleh karena itulah, mereka menengok masa lalu dengan penuh konfidensi dan kebanggaan. Kemodernan Jepang adalah bagian dari pada kejepangan. Sementara di Turki, kemodernan disimbolkan adanya penggantian sorban dengan topi, huruf Arab dengan huruf latin, bahasa Arab sebagai bahasa nasional dengan bahasa suku Turki. Tentunya kemodernan di Turki bukannya menjadi keturkian namun menjadi sesuatu yang aneh dan asing. Disinilah taqlid harusnya menjadi media dan cara untuk menjaga kontinuitas budaya.

Untuk melakukan ijtihad, dapat menggunakan banyak metode bagi ulama yang berkompeten yaitu dengan al-mashalihul mursalah (kepentingan umum), istihsan, istishlah dan istishhab. Semua itu merupakan variabel-variabel yang digunakan untuk pertimbangan sebelum berijtihad dimasa sekarang. Sehingga kalau mengutip ahli fiqih, bahwa tindakan seorang pemimpin seharusnya mengambil tindakan yang efektif. Maksudnya bahwa setiap keputusan pemerintah kepada rakyatnya harus mempertimbangkan kepentingan umum (al maslahatul ammah). Sedangkan kalau melakukan istihsan yaitu pertimbangan kepentingan umum secara independen dapat mengakibatkan pemerintah sebagai penetap hukum yang independen dan dapat 'menyaingi kekuasaan Tuhan'. Meskipun ijtihad merupakan kebebasan, namun kebebasan yang terbatas bukan kebebasan berpikir yang mutlak. Terbatas akan adanya aturan baku dari Allah Ta'ala kepada rasulNya Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam dengan pemahaman para sahabatnya yang mulia.Keterbatasan tersebutlah yang disebut taqlid, yaitu penerimaan nash, memperhatikan apa yang telah menjadi semangat dari agama. Dan itu yang menjadi dasar validitas suatu hasil ijtihad.

Ijtihad merupakan suatu kegiatan intelektual dalam Islam yang harus tetap berada dalam koridor keislaman sehingga diperlukan otentisitas secara tekstual maupun historis. Artinya, bisa dirujuk secara jelas dan otentik dalam arti nash maupun historis yaitu kekayaan intelektual kita dalam sejarah. Tentunya dengan kondisi ummat manusia dari satu dekade ke dekade selanjutnya hingga yaumul akhir diperlukan ijtihad, agar peran Islam rahmatan lil 'alamin benar-benar optimal. Ijtihad yang seharusnya bersifat otentik, sangat erat kaitannya dengan dinamika dan pertumbuhan, maka ijtihad merupakan keharusan yang alami. Rasulullah pernah bersabda bahwa barangsiapa berijtihad  dan benar mendapatkan dua pahala, dan arangsiapa berijtihad dan kemudian salah maka mendapatkan satu pahala. Jika memahami lebih luas hadits tersebut, tentunya kita bangsa Indonesia haruslah selalu bertumbuh membawa Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban dengan menumbuhkan kecendekiawanan.
Wallahu a'lam bi ash shawab.

Kawan Lawan

Ketika menggunakan kata kawan berhati-hatilah karena lidahmu dapat terpeleset mengucapkan lawan, yang artinya sangat berlawanan. Terkisah dua orang pemuda seusia, karena mereka dilahirkan pada tahun yang sama yaitu 1879. Yang satu bernama Dzhugashvili anak seorang tukang sepatu yang miskin di Georgia Rusia Selatan. Sedangkan yang lain bernama Lev Davidnovich Bronstein anak keluarga petani Yahudi yang kaya di Kherson Ukraina.

Ketika menginjak remaja, Dzhugashvili masuk seminari di Tiflis, dan sejak itulah dia mengenal marxisme. Dalam dua tahun saja dia telah menggenggam marxisme makin kuat. Dia memulai aktifitas menulis sejak tahun 1901 saat untuk pertama kali tulisannya muncul di sebuah surat kabar yang terbit di Georgia. Perannya dalam membela Vladimir Ilyich Ulyanov alias Lenin yang menghendaki perjuangan Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia dengan cara-cara perubahan secara revolusioner dengan pimpinan pusat yang ketat yang sering disebut sebagai kelompok Bolshevik sangat antusias dan kuat. Sedangkan waktu itu kelompok Menshevik seperti Pavel Axelrod, Julius Martov, Alexander Martinov dan Fedor Dan menghendaki anggota berjuang 'dibawah petunjuk organisasi dengan struktur partai yang agak lepas dan otonom.

Sedangkan Davidnovich yang punya sifat periang sejak kecil juga menemukan marxisme di usia remaja. Disaat usia 17 tahun dan selalu menjadi bintang kelas, siswa ini bergabung dengan kelompok populis di Mykolayiv. Sehingga disaat usia 18 tahun lulus Universitas Georgia, dia diamanahi menjadi Pemimpin Serikat Buruh Rusia Selatan. Aktifitas inilah yang menyeretnya ditangkap dan dipenjara kemudian dibuang ke Siberia. Di tahun 1902, dia berhasil lari ke Eropa dan bergabung dengan Lenin yang juga pernah ditahan di Siberia. Di Eropa itulah tokoh-tokoh sosial demokrat Rusia semakin menguat .

Dua remaja di atas yang seusia itu selanjutnya menjadi kader Partai Komunis Rusia yang terkemuka sejak Lenin dan pendukung utamanya di barisan Bolshevik mendirikan partai tersebut pada tahun 1912 memisahkan diri dari Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia. Tahun yang sama di Indonesia berdiri National Indische Partij, sebuah partai politik nasionalis pertama di Indonesia yang didirikan Tiga Serangkai; Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat. Demikian pula di tahun tersebut sebuah konggres organisasi sosial politik dengan massa terbesar dan tertua di Indonesia Serikat Islam sedang berlangsung di Soerabaja dengan pimpinan Oemar Said Tjokroaminoto seorang guru politik pertama bagi Soekarno (tokoh nasionalis sekuler), Semaoen (tokoh sosialis komunis), Agoes Salim (tokoh nasionalis islamis) dan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (tokoh islamis revolusioner).

Saudara-saudara, kedua remaja sekawan tadi kemudian mempunyai nama samaran sebagaimana Lenin yang mengambil dari nama sebuah sungai di Siberia yang bernama Lena. Dzhugashvili terkenal dengan sebutan Joseph Stalin dengan gayanya yang kaku -nama Stalin berarti manusia baja-, sedangkan Davidovich terkenal dengan nama Leon Trotsky yang meraih popularitas dengan gayanya yang flamboyan dan retorikanya yang cemerlang. Episode berikutnya adalah keduanya menjadi lawan, sebuah perseteruan dan membuat mereka saling membenci dan menyerang.

Lenin sendiri lebih dekat ke Trotsky yang kebetulan tanggal lahirnya bersamaan dengan Revolusi Bolshevik Rusia dalam menggulingkan Tsar Nicolas II Rusia membentuk Uni Soviet. Trotsky adalah orang kedua setelah Lenin, sehingga di tahun 1922 sang pemimpin de facto Uni Soviet pertama, Lenin menulis testimoni bahwa Trotskylah yang nanti menggantikannya sebagai pemimpin Uni Soviet setelah dia. Namun, Lenin kemudian mengalami beberapa kali stroke setelah ditembak seorang wanita revolusioner Rusia dan menjadikan Trotsky tidak dalam posisi nyaman untuk menggantikannya. Stalin yang kaku dan keras menyingkirkan semua kawan-kawannya sesama anggota partai, dari 23 'staff umum' pendamping Lenin di saat Revolusi 1917 tanpa sisa dan tak seorangpun yang masih duduk dikursinya kecuali Stalin. Sedangkan lainnya ada yang mati, hilang, bunuh diri, terbuang dan dihukum mati. Termasuk Trotsky yang kemudian hidupnya melompat-lompat dari satu negara ke negara lain untuk menghindari sergapan antek Stalin. padahal Trostsky adalah revolusioner Rusia yang mendirikan Tentara Merah dan Politbiro Partai Komunis Rusia.

Tanggal 20 Agustus 1940 seorang lelaki bernama Jassen Monard pacar pengagum Trotsky menunjukkan naskah tentang Uni Soviet di ruang studi tempat tinggalnya. Ketika Jassen meletakkan raincoat, ternyata didalamnya terdapat kapak besar bergagang pendek untuk memukul kepala Trotsky. Trotsky melawan dengan menggigit tangannya,tetapi ketika dalam perawatan di rumah sakit dia meninggal dunia. Kemudian terbukti bahwa Jassen adalah agen Stalin yang ditugaskan untuk membunuh Trotsky di Coyoacan, Mexico City. Sedangkan kawannya yang kemudian menjadi lawan, Stalin semakin kukuh berkuasa di Kremlin Rusia dengan memberikan hadiah kehormatan bintang pahlawan kepada Jassen yang bungkam membisu di penjara Mexico selama 20 tahun. Ironis, sebuah persahabatan yang membawa kepada perseteruan. Komunis yang merasa paling sosialis, apalagi dunia kapitalis yang materialis sungguh menempatkan dunia di hati bukan di tangan, sehingga kekuasaan menjadi target kehidupannya.

Disaat akhir hidupnya Trotsky sedang menulis sebuah karya berjudul Hidup Itu Indah. kalimat itu pada setengah abad berikutnya, mengilhami Roberto Benigni untuk membuat film dengan judul " Life is Beautiful". Sebuah film yang lucu dan tragis, yang mengingatkan kembali bahwa kepahlawanan bisa tumbuh dari siapa saja. Dan hanya selalu tumbuh karena rasa cinta. Guido Orefice, yang diperankan sendiri oleh Benigni adalah seorang Yahudi yang diseret ke kamp konsentrasi ketika Mussolini membangun aliansi dengan Adolf Hitler pada Perang Dunia II. Awalnya Mussolini dari Italia mencibir kegilaan rasialis Hitler terutama kepada orang berdarah Yahudi, kemudian berbalik menjadikan Italia sebagai tempat tidak nyaman pula bagi orang-orang Yahudi.

Guido berusaha menutup mata anaknya yang berusia 5 tahun bernama Giosue dari kegilaan tokoh fasis Itali tersebut. Ketika mereka berdua sedang jalan-jalan, bertanyalah si anak kepada ayahnya,"Mengapa orang menulis seperti itu, Papa?" ketika ada sebuah papan bertuliskan: Yahudi dan anjing dilarang masuk! "Orang bisa menuliskan apa saja," kata sang ayah. "Ada toko yang menuliskan orang China dan kuda dilarang masuk. Kita juga bisa menuliskan di toko buku kita, kecoa dan kucing dilarang masuk. Fair, kan?" Hidup itu indah. dan hidup itu harus indah dimata anaknya, dalam pandangan Guido. Bahkan ketika kamp konsentrasi menjadi tempat terakhir bagi bapak dan anak itu. kamp konsentrasi 'hanya' permainan dan kekejaman tentara NAZI adalah sesuatu yang wajar. Mereka memang diharuskan kelihatan galak karena permainan itu hadiahnya luar biasa. Dan semua permainan pasti ada aturannya.

"Yang pertama kali memperoleh poin seribu akan keluar sebagai pemenang," kata Guido kepada anaknya. "Dan jangan beri tahu siapa-siapa, hari ini nilai kita tertinggi. Tapi ingat, kita bisa kehilangan poin karena tiga hal. Pertama, jika kau menangis. Kedua, jika kau mengatakan ingin bertemu mama. Ketiga, jika lapar dan merengek minta makanan. Camkan itu!" Sungguh, begitukah namanya hidup itu. Indah! Hidup dikatakan Guido sebuah permainan. Tidak boleh merengek kepada ibu kita, jika perut keroncongan. Tentunya hidup itu indah karena ada rasa cinta untuk mengusir sebuah kegilaan. Gila kekuasaan, yang tak lagi mengenal siapakah kawan dan siapakah lawan. Semua bisa diatur, oleh nafsumu maka hidup tak indah lagi. Hai kawan, marilah kita melakukan revolusi diri menuju kehidupan indah setelah kematian yang sangat indah.