Selamat datang....

Semoga setelah membaca perasaan anda menjadi PLONG!

Senin, 31 Oktober 2011

Kesadaran Sejarah

Upaya pencitraan yang dibangun untuk mengkultuskan seseorang sudah berlangsung lama, apabila terjadi di suatu masyarakat yang belum cukup maju sering diperlakukan dalam persepsi kedongengan atau mitologis. Oleh karena itu, sering terjadi siskap-sikap memutlakkan dan mensakralkan sesuatu yang dianggap sebagai berasal dari tokoh tersebut, biasanya dalam bentuk wawasan atau pikiran. Maka kesadaran sejarah yang saya maksudkan adalah kesadaran bahwa suatu peristiwa, atau tampilnya seseorang pada masa lalu, selalu terwujud dalam hubungan dinamik dengan faktor ruang dan waktu, karena itu tidak dapat dipandang dan dinilai sebagai hal yang berdiri sendiri. Bukanlah sekedar kemampuan untuk mengingat, menghafal dan menuturkan kejadian dan tokohnya lengkap dengan keterangan tentang kapan dan dimananya.

Ketika kesadaran sejarah itu berjalan maka ada dampak logis berupa sikap penisbian terhadap kejadian dan tokoh masa lalu, dengan memandang secara kritis dan dinamis, serta membukanya untuk dapat dipersoalkan dan secara sustainable dapat dipersoalkan kembali. Maka kesadaran tersebut, sejarah dapat menjadi sumber pelajaran berharga bagi suatu masyarakat. Diantaranya, kemampuan melihat adanya hubungan dinamis antara kejadian-kejadian, pelaku sejarah, dengan dimensi ruang dan waktu yang mempunyai tuntutan-tuntutan tersendiri akan menyajikan suatu kerangka acuan yang subur dan absah untuk mencari pemecahan masalah sekarang dan menghadapi tantangan masa depan. Sebaliknya setiap pemutlakan akan membawa ke jalan buntu dalam mencari pemecahan masalah sekarang dan menghadapi masa depan karena hilangnya daya kritis dan kemampuan untuk belajar serta menarik pelajaran dari sejarah itu.

Kesadaran sejarah mengansumsikan adanya suatu hukum sejarah yang obyektif dan tetap, tidak berubah; sebab penarikan pelajaran pada masa lalu dengan sendirinya mengansumsikan adanya suatu pola yang dapat diulang dan dipergunakan untuk ruang dan waktu yang lain, tentunya jika faktor-faktor pembentuknya sama. Dengan kata lain, penarikan pelajaran dari sejarah mengisyaratkan adanya suatu keperluan mengembangkan generalisasi yang bebas titi mangsa (dateless generalization). Misalnya, tentang apa yang terjadi dalam perubahan budaya, generalisasi seperti itu tidak dapat begitu saja diambil dari disiplin lain an sich manapun, tetapi generalisasi itu perlu untuk meneliti apa yang secara bebas titi mangsa penting dari kejadian-kejadian budaya manusia yang berlangsung dalam ruang dan waktu.

Dalam tuntutan riset dimanapaun selalu menggunakan comparative perspectives (pandangan perbandingan) dalam mengeneralisasikan sesuatu. Hal tersebut akan mengansumsikan kemampuan untuk menarik nuktah-nuktah persamaan dan perbedaan dari berbagai peristiwa dalam berbagai ruang dan waktu itu. Tanpa ada pandangan perbandingan, suatu penarikan pelajaran dari sejarah menjadi mustahil yang disebabkan oleh pandangan bahwa sejarah bersifat unik untuk ruang dan waktunya sendiri, tanpa adanya kemungkinan untuk persamaan apalagi pengulangan untuk waktu danruang yang lain. Itu akan menempatkan sejarah akan menjadi benda antik yang dimuseumkan, suatu disiplin mati yang mungkin masih tetap punya peluang menjadi menarik karena keeksotikannya seperti tari orek-orek dari Rembang dan gulat tradisional pathol Sarang bagi para turis.

Suatu generalisasi kesejarahan adalah generalisasi yang masih tetap memperhatikan masalah ruang dan waktu. Tidak seperti generalisasi dari penelitian benda-benda, generalisasi kesejarahan yang dengan sendirinya selalu oleh seseorang, haruslah selalu diterima dengan sebuah catatan subyektif. Akibatnya, meskipun generalisasi itu tetap diperlukan sebagai syarat kemungkinan menarik pelajaran dari sejarah, namun tetap dapat diulang atau diterapkan secara mutlak. Demikian itu membuat generalisasi sejarah tetap mengandung kenisbian. Jika kesimpulan 'hukum sejarah' berupa kenisbian generalisasi itu tidak diakui atau disadari, maka yang dikhawatirkan dari persepsi mitologis kepada sejarah akan menimbulkan sikap dogmatis dan absolutistik. Sehingga walaupun ada 'hukum sejarah' tetap tidak sebanding dengan 'hukum alam'. Itulah mengapa sejarah mempunyai sifat idiomatik, bahwa seseorang untuk mengetahui sejarah masyarakat tertentu haruslah terlebih dahulu mempelajari secara khusus daerah tersebut. Tidak serta merta seseorang mengetahui sejarah masyarakat tertentu kemudian mampu mengetahui sejarah masyarakat di daerah lainnya.

Bisa saja 'hukum sejarah' bersifat pasti yang tidak mengenal perubahan, namun karena menyangkut variabel yang banyak  dan luas, maka pengetahuan manusia tentang hukum itu akan sebanding dengan batas penguasaannya kepada sejumlah variabel yang sedemikian banyaknya itu. Dengan seperti itu, pengetahuan yang dihasilkannya akan mengandung kelunakan (soft science) bukan kelemahan. Hukum sejarah di dalam Al Qur'an yang mulia selalu disebutkan dengan istilah sunnatullah yang secara harfiah bermakna 'tradisi Allah'. Walaupun kitabullah yang berisikan firman-firman Penguasa Jagad Raya dijamin selalu terjaga dan tidak dapat berubah namun pemahamannya oleh manusia mungkin tidak akan pernah mencapai suatu kepastian alias selalu berulang hingga yaumil akhir dalam satu konteks yang selalu berbeda ruang dan waktunya. Itulah yang membuat sesuai dengan perkembangan zaman yang kalamullah selalu menjadi rujukan terakhir solusi kehidupan manusia beradab, bukan sebaliknya mencari-cari ayat Al Qur'an untuk dipaksakan menyesuaikan zaman yang tak beradab.

Berbeda dengan hukum obyek-obyek fisik, yang di Al Qur'an disebutkan sebagai takdir. Takdir Allah (kepastian Allah) yang banyak terbukti dalam ilmu-ilmu eksakta dewasa ini. Oleh karena itulah, mengeksaktakan masalah kesejarahan, baik yang lalu, kini, dan nanti, akan menyalahi keterangan Allah tersebut. Ilmu Allah luasnya melebihi ketentuan 'taqdir'. Itulah mengapa Islam disebutkan sebagai agama yang sempurna dan menyempurnakan hingga akhir zaman. Kemahatahuan Allah Ta'ala meliputi sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, akan terjadi dan yang sering dilupakan oleh manusia adalah sesuatau yang tidak akan terjadi. marilah kita bersama belajar untuk menanamkan kesadaran sejarah pada diri kita dan masyarakat. Suatu bangsa akan sulit berkembang maju, jika kesadaran tentung itu lemah atau bahkan tak ada. Dengan kesadaran sejarah maka kita dapat melakukan akumulasi pengalaman kemanusiaan -suatu metode pendekatan 'ekonomis' atau hemat untuk menumbuhkan kebudayaan dan peradaban. Untuk menuju kesana, masalah kemutlakan dan kenisbian yang menyangkut pengalaman hidup manusia dalam sejarah tetaplah harus diingat. bahaya kemandegan perkembangan karena tidak adanya kapabilitas mengambil pelajaran dari sejarah, sama besarnya dengan bahaya pemutlakan pengambilan pelajaran itu. Selanjutnya kesadaran sejarah juga menuntut adanya konsistensi pemikiran yang artinya harus memiliki keahlian khusus. Seperti ungkapan," The right man in the right place" atau sebuah ungkapan bijak,"Kalau suatu perkara diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya." Wallahu a'lam, fastaghfirullah al adzim.

Rembang,31 Oktober 2011
Seorang pemerhati sejarah yang tinggal disebuah kota kecil bersejarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar