Selamat datang....

Semoga setelah membaca perasaan anda menjadi PLONG!

Senin, 31 Oktober 2011

Kesadaran Sejarah

Upaya pencitraan yang dibangun untuk mengkultuskan seseorang sudah berlangsung lama, apabila terjadi di suatu masyarakat yang belum cukup maju sering diperlakukan dalam persepsi kedongengan atau mitologis. Oleh karena itu, sering terjadi siskap-sikap memutlakkan dan mensakralkan sesuatu yang dianggap sebagai berasal dari tokoh tersebut, biasanya dalam bentuk wawasan atau pikiran. Maka kesadaran sejarah yang saya maksudkan adalah kesadaran bahwa suatu peristiwa, atau tampilnya seseorang pada masa lalu, selalu terwujud dalam hubungan dinamik dengan faktor ruang dan waktu, karena itu tidak dapat dipandang dan dinilai sebagai hal yang berdiri sendiri. Bukanlah sekedar kemampuan untuk mengingat, menghafal dan menuturkan kejadian dan tokohnya lengkap dengan keterangan tentang kapan dan dimananya.

Ketika kesadaran sejarah itu berjalan maka ada dampak logis berupa sikap penisbian terhadap kejadian dan tokoh masa lalu, dengan memandang secara kritis dan dinamis, serta membukanya untuk dapat dipersoalkan dan secara sustainable dapat dipersoalkan kembali. Maka kesadaran tersebut, sejarah dapat menjadi sumber pelajaran berharga bagi suatu masyarakat. Diantaranya, kemampuan melihat adanya hubungan dinamis antara kejadian-kejadian, pelaku sejarah, dengan dimensi ruang dan waktu yang mempunyai tuntutan-tuntutan tersendiri akan menyajikan suatu kerangka acuan yang subur dan absah untuk mencari pemecahan masalah sekarang dan menghadapi tantangan masa depan. Sebaliknya setiap pemutlakan akan membawa ke jalan buntu dalam mencari pemecahan masalah sekarang dan menghadapi masa depan karena hilangnya daya kritis dan kemampuan untuk belajar serta menarik pelajaran dari sejarah itu.

Kesadaran sejarah mengansumsikan adanya suatu hukum sejarah yang obyektif dan tetap, tidak berubah; sebab penarikan pelajaran pada masa lalu dengan sendirinya mengansumsikan adanya suatu pola yang dapat diulang dan dipergunakan untuk ruang dan waktu yang lain, tentunya jika faktor-faktor pembentuknya sama. Dengan kata lain, penarikan pelajaran dari sejarah mengisyaratkan adanya suatu keperluan mengembangkan generalisasi yang bebas titi mangsa (dateless generalization). Misalnya, tentang apa yang terjadi dalam perubahan budaya, generalisasi seperti itu tidak dapat begitu saja diambil dari disiplin lain an sich manapun, tetapi generalisasi itu perlu untuk meneliti apa yang secara bebas titi mangsa penting dari kejadian-kejadian budaya manusia yang berlangsung dalam ruang dan waktu.

Dalam tuntutan riset dimanapaun selalu menggunakan comparative perspectives (pandangan perbandingan) dalam mengeneralisasikan sesuatu. Hal tersebut akan mengansumsikan kemampuan untuk menarik nuktah-nuktah persamaan dan perbedaan dari berbagai peristiwa dalam berbagai ruang dan waktu itu. Tanpa ada pandangan perbandingan, suatu penarikan pelajaran dari sejarah menjadi mustahil yang disebabkan oleh pandangan bahwa sejarah bersifat unik untuk ruang dan waktunya sendiri, tanpa adanya kemungkinan untuk persamaan apalagi pengulangan untuk waktu danruang yang lain. Itu akan menempatkan sejarah akan menjadi benda antik yang dimuseumkan, suatu disiplin mati yang mungkin masih tetap punya peluang menjadi menarik karena keeksotikannya seperti tari orek-orek dari Rembang dan gulat tradisional pathol Sarang bagi para turis.

Suatu generalisasi kesejarahan adalah generalisasi yang masih tetap memperhatikan masalah ruang dan waktu. Tidak seperti generalisasi dari penelitian benda-benda, generalisasi kesejarahan yang dengan sendirinya selalu oleh seseorang, haruslah selalu diterima dengan sebuah catatan subyektif. Akibatnya, meskipun generalisasi itu tetap diperlukan sebagai syarat kemungkinan menarik pelajaran dari sejarah, namun tetap dapat diulang atau diterapkan secara mutlak. Demikian itu membuat generalisasi sejarah tetap mengandung kenisbian. Jika kesimpulan 'hukum sejarah' berupa kenisbian generalisasi itu tidak diakui atau disadari, maka yang dikhawatirkan dari persepsi mitologis kepada sejarah akan menimbulkan sikap dogmatis dan absolutistik. Sehingga walaupun ada 'hukum sejarah' tetap tidak sebanding dengan 'hukum alam'. Itulah mengapa sejarah mempunyai sifat idiomatik, bahwa seseorang untuk mengetahui sejarah masyarakat tertentu haruslah terlebih dahulu mempelajari secara khusus daerah tersebut. Tidak serta merta seseorang mengetahui sejarah masyarakat tertentu kemudian mampu mengetahui sejarah masyarakat di daerah lainnya.

Bisa saja 'hukum sejarah' bersifat pasti yang tidak mengenal perubahan, namun karena menyangkut variabel yang banyak  dan luas, maka pengetahuan manusia tentang hukum itu akan sebanding dengan batas penguasaannya kepada sejumlah variabel yang sedemikian banyaknya itu. Dengan seperti itu, pengetahuan yang dihasilkannya akan mengandung kelunakan (soft science) bukan kelemahan. Hukum sejarah di dalam Al Qur'an yang mulia selalu disebutkan dengan istilah sunnatullah yang secara harfiah bermakna 'tradisi Allah'. Walaupun kitabullah yang berisikan firman-firman Penguasa Jagad Raya dijamin selalu terjaga dan tidak dapat berubah namun pemahamannya oleh manusia mungkin tidak akan pernah mencapai suatu kepastian alias selalu berulang hingga yaumil akhir dalam satu konteks yang selalu berbeda ruang dan waktunya. Itulah yang membuat sesuai dengan perkembangan zaman yang kalamullah selalu menjadi rujukan terakhir solusi kehidupan manusia beradab, bukan sebaliknya mencari-cari ayat Al Qur'an untuk dipaksakan menyesuaikan zaman yang tak beradab.

Berbeda dengan hukum obyek-obyek fisik, yang di Al Qur'an disebutkan sebagai takdir. Takdir Allah (kepastian Allah) yang banyak terbukti dalam ilmu-ilmu eksakta dewasa ini. Oleh karena itulah, mengeksaktakan masalah kesejarahan, baik yang lalu, kini, dan nanti, akan menyalahi keterangan Allah tersebut. Ilmu Allah luasnya melebihi ketentuan 'taqdir'. Itulah mengapa Islam disebutkan sebagai agama yang sempurna dan menyempurnakan hingga akhir zaman. Kemahatahuan Allah Ta'ala meliputi sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, akan terjadi dan yang sering dilupakan oleh manusia adalah sesuatau yang tidak akan terjadi. marilah kita bersama belajar untuk menanamkan kesadaran sejarah pada diri kita dan masyarakat. Suatu bangsa akan sulit berkembang maju, jika kesadaran tentung itu lemah atau bahkan tak ada. Dengan kesadaran sejarah maka kita dapat melakukan akumulasi pengalaman kemanusiaan -suatu metode pendekatan 'ekonomis' atau hemat untuk menumbuhkan kebudayaan dan peradaban. Untuk menuju kesana, masalah kemutlakan dan kenisbian yang menyangkut pengalaman hidup manusia dalam sejarah tetaplah harus diingat. bahaya kemandegan perkembangan karena tidak adanya kapabilitas mengambil pelajaran dari sejarah, sama besarnya dengan bahaya pemutlakan pengambilan pelajaran itu. Selanjutnya kesadaran sejarah juga menuntut adanya konsistensi pemikiran yang artinya harus memiliki keahlian khusus. Seperti ungkapan," The right man in the right place" atau sebuah ungkapan bijak,"Kalau suatu perkara diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya." Wallahu a'lam, fastaghfirullah al adzim.

Rembang,31 Oktober 2011
Seorang pemerhati sejarah yang tinggal disebuah kota kecil bersejarah

Jumat, 28 Oktober 2011

Refleksi Soempah Pemoeda

Seorang mahapatih yang terkenal mempersatukan nusantara adalah Gajahmada. Seorang anak manusia yang lahir di bumi nusantara, dan pandangannya sangat visioner. Demikian pula banyak yang mencibirnya ketika cita-cita mulianya itu diwujudkan dalam bentuk ikrar Sumpah Palapa. Mahapatih muda yang berani dan punya tekad baja untuk tidak akan mengenyam kenikmatan duniawi (makan buah palapa) sebelum nusantara dapat disatukan di bawah satu panji Merah Putih. Kemauan keras pemuda Gajahmada ini dapat direalisasikan walaupun juga tentu banyak kendalanya. Upaya itu tentu ada positi dan negatifnya, bahkan memakan banyak korban ketika melakukan aneksasi dan atau agresi militer.

Berbeda dengan mahapatih muda Gajahmada, ada lagi mahapatih muda bernama Sengkuni dalam dunia pewayangan. Jabatannya ini dia peroleh melalui suatu tindakan licik dengan menyingkirkan mahapatih Gandamana pada zaman Prabu Pandhu Dewanata ayah Pandhawa di Kerajaan Hastina. Jabatannya ini berlanjut ketika Pandhu meninggal digantikan oleh kakaknya yang buta bernama Drestarastra ayah Kurawa, suami Dewi Gendari kakak Sengkuni. Sampai tibalah, keturunan mereka dewasa yaitu para Kurawa dan Pandhawa. Istana dengan provokasi Sengkuni dikuasai oleh Kurawa, dan Pandhawa gagal untuk merebut haknya.

Mahapatih muda ini terkenal licin dalam berpolitik, diapun membisiki Duryudana untuk menantang Puntadewa bermain dadu. Sebuah permainan yang sangat digemari Puntadewa sulung Pandhawa. Tantangan pun diterima karena malu ketika nanti dikatakan penakut. Sok gengsi inilah menjadi awal malapetaka keluarga. Meskipun kaum kerabat mengingatkan bahaya kelicikan Sengkuni, dia tetap maju tandang di medan judi. Akibatnya, Drupadi istrinya pun menjadi korban dijadikan pelayan Kurawa. Pandhawa terbuang ke hutan mengembara belasan tahun dalam penyamaran yang tidak boleh diketahui oleh rakyatnya. Dan tentu saja diharamkan menginjak kembali tanah Hastina.

Secara mahir Sengkuni berhasil mengimplementasikan politik kotor dengan cara yang sangat tinggi. Bahkan karena tingginya, orang-orang tak bisa benar-benar yakin atas kekotoran peran Arya Sengkuni. jagad pewayangan sering menjadikan Durnalah yang lebih menonjol sebagai biang kehancuran keluarga Pandhawa. Durnalah yang dianggap sebagai wasilah bentrokan antara Pandhawa dengan Kurawa yang satu puak besar keturunan Bharata. Padahal justru Sengkunilah yang membuat Durna bersikap demikian. Durna guru besar Hastina, merupakan guru yang bertanggungjawab terhadap anak didiknya sehingga lahirlah Arjuna Sang Pemanah Pencari Cinta. Durnalah yang menjadi asbab bertemunya Bhimasena dengan Dewaruci nuraninya sendiri.

Berkat provokasi Sengkuni, kita tahu bagaimana kakak Kresna (titisan Wisnu sang pemelihara alam) yang bernama Baladewa yang berwatak brangasan terlibat katasropi 'kehidupan' seluruh wayang. Baladewa yang emosional sering terlibat pembelaan terhadap Kurawa daripada Pandhawa, termasuk ketika Duryudana yang berhasil dikalahkan Bhimasena dalam perang gada. Padahal kenetralannya sangat dibutuhkan kedua muridnya tersebut. Apalagi Kresna dan Baladewa adalah sepupu Dewi Kunti ibunda Puntadewa, Bhimasena dan Arjuna. Demikian pula Sengkuni telah berhasil dalam memprovokasi Prabu Salya dengan menjerumuskan menjadi Panglima Perang di pihak Kurawa. Salya adalah mertua Baladewa dan Duryudana, sekaligus pamanda Nakula dan Sadewa karena kakak Dewi Madrim ibunda mereka berdua. Tentu, paman melawan keponakan tercintanya sendiri yang seharusnya mampu bertindak sebagai pihak yang netral.

Belum lagi dengan tindakan liciknya memanfaatkan rasa nasionalis yang dimiliki Adipati Karna untuk melawan adiknya sendiri, Resi Bisma dari Talkandha melawan cucunya sendiri, dan Begawan Krepa melawan siswa-siswanya sendiri. dan, Durna menjadi kambing hitam punahnya 'marga' Bharata mungkin paralel dengan apa yang terjadi di negeri ini. Mudah sekali manusia Indonesia terprovokasi, menjadi teroris yang bercita-cita bertemu 72 bidadari surga namun dengan cara haram melakukan bom bunuh diri. Membenci pemeluk agama lainnya tanpa mau memupuk dirinya dengan ilmu agamanya sendiri secara benar. Seperti yang terjadi di Ambon atau Maluku dan Poso. Membenci etnis lainnya seperti yang terjadi di Aceh dan Papua yang mengganggap etnis Jawa telah menjajahnya. Disintregrasi telah terjadi dengan mulai lepasnya Timor Lorosae menjadi negara baru Timor Leste.

Maka ketika semua orang sibuk menunjuk-nunjuk Pendita Durna, sibuk mencibir nasionalisme Karna, dan Resi Bisma, sibuk mengejek emosionalitasnya Baladewa, sibuk menggunjing ketidaktegasan Salya dan kebrahmanaan Krepa yang tidak netral, diam-diam para Sengkuni itu tersenyum menikmati proses kehancuran yang sedang meruyak di papua dan Indoensia pada umumnya. Kecerobohan masyarakat yang terlanjur mencap pihak tertentu itu justru membatasi kewaspadaan nalar untuk mencermati gerakan para Sengkuni yang memang cerdas beralih rupa dan mengganti identitas.

Atau barangkali tanpa kita sadari sering ngudarasa, wadul alias berkeluh kesah masalah ini pada para Sengkuni realis yang kita anggap maharesi dan mahapatih bijak yang bisa menuntaskan persoalan. Waspada haruslah dilakukan dengan memulai diri kita sendiri memberikan keputusan besar untuk bangsa ini, menjadi pemuda mahapatih Gajahmada yang mempersatukan nusantara atau pemuda mahapatih Sengkuni yang memporakporandakan negeri Hastina. Menjadi pemuda yang mau berkarya atau ongkang-ongkang kaki tanpa upaya. Menjadi pemuda berprinsip dan pemimpi pewujud cita-cita atau hanya pengkhayal belaka yang mudah terprovokasi karena tanpa bekal keilmuan. Para pemuda ditahun 1928 jauh sebelum merdeka telah memilih : merajut serpihan nusantara itu menjadi ikrar Sumpah Pemuda, satu tumpah darah tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan Indonesia!

Kamis, 27 Oktober 2011

Alampun Berthawaf

Peristiwa banjir di Bangkok yang bikin heboh dan bencana alam lainnya di berbagai belahan bumi ini, bersamaan dengan datangnya musim Haji 1432 H tentunya ada hikmah yang dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua. Islam mengajarkan suatu sikap kosmologis -pandangan tentang cara melihat alam- yang sangat positif. Berbeda dengan pandangan kosmologi India misalnya yang kemudian diwarisi oleh agama Hindu dan Buddha. Al Qur'an menyatakan dengan tegas bahwa alam ini benar "Allah menciptakan langit dan bumi dengan seenarnya" (QS.29:44). Sebuah deklarasi yang sangat positif tentang alam. Bahkan dalam kalimat negatif pun firman Allah tentang alam juga bersubstansi positif bahwa alam tidak diciptakan "secara main-main" (QS.21:16) dan tidak pula "secara sia-sia" (QS.38:27).

Sedangkan dalam pandangan India alam ini adalah mayapada yang bersifat semu keberadaannya, sehingga pengalaman hidup juga dianggap semu. Pengalaman hidup yang serba semu ini dalam bahasa Sansekerta disebut samsara. kalau dalam bahasa Indonesia diadopsi menjadi sengsara. Bahwa pengalaman semu akan membawa ketidakbahagiaan. Pandangan ini menjadi doktrin yang membawa kesimpulan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan "lari" dari dunia ini. Ekspresi "lari" ini kemudian berupa bertapa atau dalam bahasa Arab menjadi rabbaniyah yang dilarang oleh agama Islam. Hal ini dilarang karena dalam pandangan Islam mengenai dunia ini harus optimis dan positif, sebuah keterlibatan positif dan tidak boleh lari dari dunia.

Sebuah asumsi dasar bahwa alam memang penuh hikmah dan makna. Selaras dengan alam dalam bahasa Yunani yang disebut kosmos yang artinya harmonis. Lawan katanya adalah chaos yang berarti kacau. hal ini sama dengan firman Allah Ta'ala," Tak akan kau lihat dalam ciptaan (Allah) Yang Maha Pemurah yang tidak harmonis; balikkanlah pandanganmu sekali lagi, tampak olehmu ada yang cacat?; Kemudian ulanglah pandanganmu sekali lagi; pandangan(mu) akan berbalik kepadamu, letih dan membingungkan." (QS.67:3-4). Keserasian dan keseimbangan alam ini merupakan cermin dari Penciptanya sendiri. Sesuai ayat tersebut bahwa alam diciptakan oleh Ar Rahman Tuhan yang Maha Kasih.

Dalam bahasa Arab 'alam satu akar kata dengan 'ilmun dan 'alamatun. Jadi alam merupakan alamah atau pertanda dari adanya Tuhan. Dan Allah Ta'ala memerintahkan kita untuk mempelajarinya. Pelajaran untuk meninggikan dan mengagungkan Allah Ta'ala. Dia yang setelah menciptakan bumi dan langit  berfirman kepada alam," Hai kamu berdua (ruang waktu dan materi) datang kepadaKu dengan taat, atau terpaksa; " Maka keduanya (langit dan bumi) menjawab,"Ya Tuhan, kami datang dengan suka rela." Ini sebagai bukti bahwa alam itu tunduk dan patuh kepada Allah, semua alam ini adalah muslim.

Sehingga kalau manusia mengaku muslim berarti dia harus tunduk dan patuh kepada Allah Ta'ala, yang sebetulnya dia mengikuti hukum alam itu sendiri. Ketika dia tidak mau tunduk patuh kepada Allah, sama artinya dia melawan hukumnya sendiri, dan akan menimbulkan kesengsaraan. satu-satunya jalan untuk keluar dari kesengsaraan ketika di dunia adalah dengan mematuhi dan tunduk pada aturan Allah Ta'ala yang berupa wahyuNya dan yang serupa dengan wahyuNya yaitu Qur'an dan Sunnah. Bertauhid hanya kepada Tuhan yang Maha Kasih, Maha Penyayang, Maha Tinggi dan Maha Agung.

Sudah selayaknya ketika manusia  menjalankan tugasnya sebagai bagian alam untuk taat kepada Sang Pencipta. Manusia pertama Adam 'alaihis salam berthowaf bersama makhluk lainnya dulu ditempatkan disurga. Melakukan thawaf di baitul makmur mengelilingi arsy Allah. Sehingga ketika tel;ah diturunkan di bumi, tetap berlangsung ibadah thawaf ini dengan mengelilingi Ka'bah. Ini adalah salah satu rangkaian yang dilakukan oleh jama'ah haji di tanah haram.

Seluruh alam pun thawaf. Rembulan thawaf mengelilingi bumi. Bumi thawaf mengelilingi matahari. Matahari dengan seluruh tata suryanya thawaf mengelilingi galaxinya; dan seluruh galaxi sealam raya thawaf disekitar arsyNya. Allah sebagai punjer. Allah Yang Tunggal merupakan pusat dari peribadahan alam semesta. Laa ilaha illaLlah, tiada yang haq untuk disembah kecuali hanya Allah yang layak untuk diibadahi. Dengan thawaf itulah kita menyatu dengan alam semesta ini, berkeliling beribadah mencari keridhaan Tuhan Allah Ta'ala.

Sehingga gelombang air bah, meluapnya mata air dan hujan yang mengakibatkan banjir, tsunami dan bencana gempa, tanah longsor dan semburan gunung berapi, kebakaran pasar dan hutan, angin topan dan berbagai fenomena lama lainnya merupakan ayat atau pertanda. Bahwa mereka ada yang menggerakkan dan memerintahkan, mereka pun tunduk dan patuh kepada yang memerintahkannya. Masihkan manusia harus berpaling untuk tidak mau mengakuiNya dan berthawaf bersama alam raya mencari hakekatNya?

Wallahu a'lam bi ash shawab.

Rabu, 26 Oktober 2011

Rekonsiliasi

Bulan Oktober.....
Di awal bulan ini, tepatnya tanggal satu sering diperingati sebagi Hari Kesaktian Pancasila. Walaupun masih banyak perdebatan, saya tidak akan mengulasnya karena semakin menambah polemik panjang bangsa. Peristiwa pembantaian petinggi Angkatan Darat banyak sekali penafsiran. Bahkan dari tokoh-tokoh yang mengaku sebagai seorang sejarawan sekalipun, tidak ada satu kata. Itu sudah wajar!

Orba menyebutnya Gerakan 30 September (disingkat G30S) bahkan diberi garis miring PKI. Melengkapi pemberontakan PKI 1926 dan Affair Madiun 1948 yang juga masih kontroversial apakah itu mengatasnamakan PKI sebagi sebuah institusi partai politik atau perorangan. Soekarno lebih suka menyebutnya Gerakan Satu Okober (disingkat Gestok) tanpa garis miring PKI.

Pancasila disakralkan sebagai perlambang kesaktian. Dan sekarang masih dianggap sebagai ideologi negara. Negara bukan agama, dan negara bukan sekuler, istilah Didin Hafidhuddin ini negara bukan-bukan. Namun inilah negara saya, yang sangat saya cintai. Pancasila sebagai sebuah kesepakatan konstitusi tertinggi setelah kemerdekaan 17-08-1945 dimaknai dengan memanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kesaktiannya adalah di jiwa dan nurani serta tindakan empiris warga negara Indonesia. Anak bangsa yang mendahulukan Ketuhanan Yang Maha Esa (Al Ahad), yaitu ketauhidan Tuhan dalam memanusiakan manusia agar lebih beradab, mempersatukan semua kebhinnekaan dengan tujuan kesejahteraan dan keadilan rakyat melalui permusyawaratan dan atau kemufakatan.

Menyikapi tragedi yang berhubungan dengan Pancasila tersebut, ada dua pihak yang saling merasa dirugikan. Yaitu anggota PKI dan underboownya di satu pihak, dan kaum muslimin serta nasionalis di pihak lainnya. Mantan Sekjen Gerwani, Sulami pernah membuat pernyataan bahwa pemunuhan aktifis dan simpatisan PKI melibatkan ormas NU khususnya GP Anshor melalui Banser. Demikian pula, KH Yusuf Hasyim bin Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ariy merasa mantan tokoh PKI memelintir realita di lapangan saat itu.

Diakui atau tidak bahwa korban tragedi 1965 adalah PKI dan antek-anteknya. Namun tidak sedikit rakyat yang tak tahu apa-apa, mereka menjadi korban fitnah dengan tuduhan cap PKI. Mereka adalah orang-orang kecil, rakyat jelata yang kadang karena ekspresi untuk menunjukkan rasa tidak puas tehadap keadaan di anggap mengganggu stabilitas wilayahnya, bahkan karena dendam pribadi di bantai dengan keluarga besarnya dengan sadis. Tanpa melalui sidang pengadilan. Tanpa melalui pembelaan.

Tragedi yang diakui atau tidak memang melibatkan sebagian anggota dan simpatisan PKI baik yang berada di jajaran TNI AD dan sipil. Sehingga sebagai sebuah organisasi memang selayaknya hidup di negara demokratis ini mempertanggungjawabkan konstituennya. Pemerintah ora dengan Soeharto sebagai pahlawannya juga layak dimintai pertanggungjawaban atas tindakan sewenang-wenangnya tanpa menghormati Indonesia sebagai negara hukum yang menempatkan Pancasila sebagai sumber hukum negara tertinggi.

Kontroversi ini isa dilihat secara jernih. PKI dan ormas pendukungnya mesti instropeksi, melakukan kritik autokritik. Peristiwa Pra Tragedi 1965 (saya lebih enak menyebutnya demikian), seperti di Jember dapat disaksikan sendiri arogansi Pemuda Rakyat terhadap masyarakat NU. Kemudian juga di Muncar Banyuwangi, ratusan warga NU yang baru pulang dari pengajian ketika sedang naik truck dihadang dan dianiaya Pemuda Rakyat. Peristiwa berdarah seperti ini jelas mempengaruhi aktifitas masyarakat ketika menunaikan kewajibannya beragama di negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa.

Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia yang merupakan organisasi mantel PKI (demikian adanya dilapangan!) memaksa kehendak dengan mematoki tanah wakaf absente dan tanah milik warga NU di Tanggul Jember dengan dalih penerapan UU Pokok Agraria dan UU Bagi Hasil. Aksi sepihak ini juga menewaskan beberapa tokoh NU setelah diculik dan dipaksa menyerahkan tanahnya, mereka dianggap setan desa, Akhirnya anarki ini memicu bentrokan fisik. Militer waktu itu tak berdaya menjaga keselamatan dan ketertiban serta keamanan negara khususnya menghadapi aksi brutal simpatisan PKI. Maka tak heran KH Yusuf Hasyim membentuk Barisan Serba Guna (Banser) GP Anshor.

Tentunya, beliau sangat memahami bahwa membunuh orang lain termasuk komunis adalah tidak benar tanpa ada alasan yang jelas karena sebagai umat beragama yang menjunjung tinggi norma agama, norma hukum dan HAM. Mereka tahu yang berhak untuk mencabut nyawa adalah pemilik makhluk yaitu Allah Ta'ala, baik secara langsung ataupun melalui tangan para penguasa yang menjadi bayang-bayang Tuhan di bumi. Yang terakhir inipun harus melalui proses hukum yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka, kalau kemudian terjadi saling bunuh antara Banser dan PKI, itu lebih disebabkan kondisi masyarakat yang anarkis. Situasinya seperti perang yang sangat sulit membedakan mana kawan dan lawan. Apalagi agitasi dan provokasi terus berlangsung, dan dalam upaya pembelaan diri maka jatuhnya korban jiwa dalam skala masif sulit dihindari.

Konflik yang sebenarnya hanya vertikal di tingkat elit, tampaknya sengaja digunakan pihak tertentu (bisa dalam negeri dan luar negeri) untuk membenturkan tingkat akar rumput. Konflik meluas menjadi konflik horizontal di tingkat massa dengan memanfaatkan psikologis masyarakat orde lama dibawah garis kemiskinan, diadu terus dan dibakar emosinya melalui agitasi dan provokasi. Nah yang tepuk tangan dan menikmati hasilnya justru puhak lain yang kemudian menjadi penguasa di era orde baru. Sedang umat Islam dan PKI menjadi babak belur. PKI ditumpas sebagai partai terlarang dan ajaran terlarang serta dijadikan stigma. Komunisme dianggap bahaya laten kiri. Sedangkan umat Islam dipinggirkan perannya dari pentas perpolitikan serta kekuasaan negeri ini. Diancam dan di anggap sebagai bahaya laten kanan.

Herannya sekarang di era reformasi, mengapa seolah-olah yang menjadi korban hanya PKI dan ormas-ormas pendukungnya. Inilah yang selalu diangkat kepermukaan oleh pembela dan pejuang HAM. Sementara ratusan dan bahkan ribuan nyawa umat Islam masa orla yang dibantai PKI, korban jiwa masa orde baru dalam sekian tragedi berdarah seperti di Priok, Peristiwa Maluku dan Poso, DOM di Aceh kurang mendapat perhatian umum. Adilkah?

Sehingga upaya rekonsiliasi antara umat Islam, keturunan petinggi dan simpatisan PKI serta militer dapat duduk bersama-sama dengan dasar i'tikad baik menghapuskan luka lama guna mewujudkan rekonsiliasi nasional. Bukannya justru untuk mencari peluang balas dendam yang justru akan mencabik keutuhan bangsa yang kini terancam disintegrasi, seperti di Papua. Terlebih untuk meluruskan perjalanan sejarah yang bengkok. Tengara banyak pihak tentang manipulasi sejarah rezim Soeharto, boleh jadi ada benarnya. raibnya Supersemar pun masih menajdi sebuah kecelakaan besar bangsa ini. Pelurusan ini penting agar generasi penerus bisa belajar tak mengulangi pengalaman pahit di masa silam.

Bahkan Lebih Jelek!

Kita ganyang status quo! Kita hadang status quo! Kira-kira begitulah jika ungkapan-ungkapan, aktifitas-aktifitas, atau manuver-manuver orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai proreformasi diterjemahkan dalam kalimat-kalimat singkat. Ya, apakah status quo merupakan makhluk yang sangat menakutkan? Status quo dipahami sebagai kemapanan, kondisi tidak ada perubahan, atau menurut KBBI diartikan keadaan dewasa ini. Dewasa ini maksudnya adalah orba waktu itu, jadi kalau sekarang tentunya ya dimaknai orang-orang yang ingin mempertahankan dan atau mengembalikan kejayaan orde baru.

Orba banyak direpresentasikan sebagai sebuah kekuasaan yang penuh dengan penyimpangan, penyelewengan dan kesewenang-wenangan. Ada kementerian pendidikan dan kebudayaan, bukannya menggulirkan pendidikan ke arah kecerdasan politik malah memberangus gerakan, cetusan, bisikan, bahkan sekedar angan-anagan untuk "memerdekakan" diri. Segala upaya untuk mengekspresikan jati diri selalu dicurigai sebagai gerakan yang mengancam stabilitas nasional dan dituduh anti Pancasila. Hal tersebut pernah saya alami langsung, dalam bentuk penculikan, penganiayaan fisik serta mental walau akhirnya "dilepaskan" begitu saja dengan alasan salah tangkap, padahal mereka tidak mempunyai bukti cukup ketika saya melawannya dengan bukti-bukti yang jelas. Allahlah tempat kita bersandar!

Kejahatan orba lebih menonjol dan mengerikan di bidang politik dibandingkan kejahatan di bidang ekonomi. Sehingga layaklah sekarang banyak yang meminta kembali seperti jaman orba karena masyarakat belum puas dalam pembangunan ekonomi dewasa ini. Masyarakat perlu disadarkan bahwa kelumpuhan hak-hak politik akan membawa mereka pada kelumpuhan hak-hak lainnya yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender dan kebebasan berekspresi lebih-lebih hak kepemimpinan.

Namun ada satu catatan penting yang obyektif, yang berbahaya sebenarnya kemapanannya atau perilaku otoriternya? Kira-kira siapapun yang mendeklarasikan diri sebagai proreformasi dan anti status quo (nota bene temen-temen saya sendiri) yang sekarang banyak menjadi penguasa itu mampu memberikan perubahan di era kini. Apakah mampu mensejahterakan, menegakkan keadilan dan mengayomi rakyat ketika sedang berkuasa? Bisakah mereka tidak bertindak otoriter saat memegang kendali negeri ini? Bisakah untuk jujur dan merubah Indonesia dengan hati jernih dan pikiran yang dingin, tanpa korupsi dan kepentingan golongannya saja? Mereka kini jadi anggota dewan terhormat, jadi pegawai pangreh praja, jadi penguasa wilayah kabupaten, jadi pengendali hukum...

Janganlah kita mengaku cinta Qur'an dan Sunnah jika tidak mampu berusaha menangkap rambu-rambu hikmah dari keduanya. Ada empat rambu-rambu tersebut :
1. Yang mencintai anarki tidak mungkin dapat menebar kesejahteraan kepada rakyat saat berkuasa. Cobalah lihat kawan-kawan semua, massa sebuah partai atau ormas begitu akrab berperilaku hura-hura dan huru hara. Ini sebuah indikasi bahwa petinggi partai atau ormas tahu perilaku pendukungnya tetapi sengaja membiarkan dan tidak memperingatkannya, berarti dapat disimpulkan begitulah karakter, corak perjuangan atau platform organisasinya. Payah! Bagaimana mereka nanti jadi penguasa ketika masih belum punya kekuasaan saja seperti itu. Kemungkinan lain, petinggi parpol atau ormas itu tak mampu mengendalikan massa atau konstituennya walaupun sudah sedemikian rupa dinasehati. Wah, ini juga ngeri! Bagaiman mereka jika sudah jadi pemegang kekuasaan, pasti akan tersandera oleh konstituennya sendiri. Belum berkuasa saja tak mampu mengendalikan kelakuan punggawanya, tentunya ketika berkuasa lebih tak berdaya karena takut. Atau mungkin elit parpol atau ormas tersebut sama sekali tidak tahu kalau massanya bertindak brutal. Lalu, mana mungkin mereka mampu mendengar, melihat dan memperhatikan penderitaan rakyat lebih banyak, terutama diluar konstituennya ketika mereka nanti berkuasa.
2. Siapapun yang berani mengorbankan "kepentingan" Allah Ta'ala, tentunya pasti tidak akan segan-segan mengorbankan kepentingan manusia. Siapapun yang menggunakan ayat-ayatNya sekehendak perutnya sendiri, pasti akan mempermainkan hak-hak manusia. Siapapun yang berbeda pandangan dengannya dituduh sektarian atau fundamentalis, justru inilah neo orde baru.
3. Semua insan di Indonesia tercinta harus terus menerus membangun hubungan dengan Allah Ta'ala, membina diri agar terus dekat denganNya dan mengemban amanat manusia. Jika seseorang mendidik diri serta keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk siap berjuang dengan nyawa dan harta, maka sudah pasti tidak akan mau menjarah (baca:korupsi) milik orang lain. Jika bertentangan dengan ini maka dia duplikat orde baru.

Bagaimana reformasi tanpa pijakan wahyu Ilahi? Hanya akan memperbaiki cara mengintimidasi agar lebih kuat membungkam, gaya menyiksa agar lebih menyakitkan dan kiat memanipulasi kebenaran agar lebih sulit diungkap. jadi orde reformasi berpeluang sama dengan orde baru, bal hum adhall*.
Semoga bermanfaat, astaghfirullah wahuwa 'ala kulli syai'in qadir.


*Bahkan, lebih jelek!

Berkurbanlah!

Dalam ajaran agama Islam, kewajiban berkurban bagi pemeluknya adalah sesuatu yang sangat penting bagi umat manusia. Cobalah kita pikirkan bersama, setiap ibadah kepada Allah ta'ala selalu terkandung didalamnya dimensi sosial dan anjuran untuk melakukan pengurbanan. Pengurbanan dapat bersifat ringan maupun berat, namun bisa dipastikan setiap ibadah pasti mengandung pengurbanan bagi akum beriman. Dan siang hari tadi di Kota Rembang diberangkatkan rombongan jama'ah calon haji, juga meningatkan tentang arti penting pengurbanan. Haji, zakat dan ibadah lainnya didalamnya mengandung perintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat madani.

Dimensi sosial yang dimiliki perintah zakat adalah hikmah pemerataan dan kesejahteraan sosial. Dari yang kaya diminta hak untuk yang miskin. Ibadah hajipun demikian, mengurbankan waktu, harta benda dan segala resiko yang lainnya. Dengan haji terjadi suatu arus sosial dan ekonomi yang sangat besar karena semakin besar volume hujaj (jama'ah haji), maka semakin besar arus sosial yang ada. Dan tidak kalah pentingnya ada perintah bagi jama'ah haji maupun kaum muslimin yang mampu untuk berqurban menyembelih hewan korban.

Sebagai bahan renungan secara kontemplatif, pengorbanan hewan ternak untuk dibagikan kepada faqir miskin ini lebih ringan sebenarnya. Yang selanjutnya adalah follow up dari pengorbanan itu berupa jihad fi sabilillah. Anda jangan kaget dan takut ketika mendengar kata tersebut. Baca terlebih dahulu catatan ini. Ungkapan jihad sekarang sering dihindari karena takut di cap teroris, Islam radikal, anarkis dan sejenisnya. Ini merupakan upaya untuk menghilangkan kosakata penting bagi kaum muslimin. Jihad adalah perjuangan dan pengorbanan terbesar. Jihad dalam arti luas dengan melakukan perang total terhadap tenaga, waktu, pikiran dan sampai kemungkinan mengurbankan nyawa untuk menegakkan kebenaran.

Oleh karena itulah, Islam sendiri sebenarnya merupakan agama yang sangat menggarisbawahi jihad dalam arti perangh total dengan mengerahkan segala waktu, tenaga dan pikiran serta harta benda untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dalam konteks inilah hari raya haji sebagai idhul qurban agar lebih mendalami makna dan dimensi korban itu dalam agama Islam. Masihkah anda alergi dengan Jihad fi sabilillah?

Sesungguhnya agama-agama yang lainnya pastilah juga mempunyai ajaran yang mendidik dan membiasakan pemeluknya agar selalu sanggup berkurban untuk kepentingan orang banyak. Korban dalam artian yang paling sederhana adalah dengan memangkas kepentingannya sendiri demi kesejahteraan dan kepentingan umum. Dalam kondisi Indonesia yang terkini, sebagai umat Islam tentunya dimensi berkorban harus diejawantahkan ke dalam tindakan nyata. Masih begitu banyak saudara-saudara sebangsa setanah air yang membutuhkan uluran tangan. Sahabat-sahabat kecil kita waktu sekolah masih banyak yang membutuhkan uluran tangan karena belum mampu bekerja mandiri. Sekaranglah saatnya tampil untuk melaksanakan perintah agama.

Ada tiga hal yang bisa kita lakukan untuk berkurban :
Pertama, pengorbanan materiil. Bagi yang mempunyai pendapatan lebih melimpah, pas-pasan bahkan mungkin selalu merasa kurang dan sempitpun harus menyisihkan sebagian rezeki untuk menolong mereka yang mengalami deprivasi sosial ekonomi yang sangat memilukan sehingga dapat hidup dengan wajar. Bisa saja itu berupa kail, dengan dididik cara mengail yang  benar dan baik insyaAllah akan mendapatkan ikan sehingga kehidupannya menjadi lebih wajar.
Kedua, pengorbanan waktu, tenaga dan mental. Kita ambil contoh, pengorbanan yang dilakukan oleh para prajurit yang berada di perbatasan terluar negara kita. Last but not least, tentu adalah pengorbanan nyawa kita masing-masing untuk berani menghadapi angkara murka dan makhluk-makhluk yang wujudnya manusia namun hakekatnya adalah berjiwa iblis.
Ketiga, tatkala melaksanakan kewajiban berkurban bukan semata-mata tugas dan kewajiban duniawi namun melaksanakan kewajiban agamanya. Sehingga janganlah gamang dalam menghadapi suatu konspirasi yang mewakili kepentingan iblis, karena kita mewakili kepentingan kemanusiaan.
Semoga bermanfaat.

Lidahmu!

Kalau misalnya anda berminat jadi politisi-dengarkan nasehat ini-"berlatihlah menjaga kelenturan lidah". Soalnya, masa depan, karier dan keselamatan ternyata lebih banyak "bergantung" kepada lidah anda. Kalau anda salah ucap, anda mesti terampil untuk meralatnya dengan retorika seanggun mungkin. Sehingga dengan rasionalisasi itu, anda tetap tercitra sebagai politisi "kelas tinggi". Bukankah salah satu "ciri" mereka adalah memiliki kualitas kelicinan belut? Atau jika anda mau tetap selamat, maka harus pintar dan terampil me-manage gerak lidah anda. Bikin pernyataan-pernyataan yang samar dan ngambang, meskipun sesungguhnya anda dituntut untuk bikin pernyataan yang gamblang. Dengan begitu anda bisa terhindar dari "vonis sejarah", jika misalnya keadaan berbalik.

Lidah, ternyata bukan sekedar alat untuk mencecap. Lidah juga bisa menjadi alat produksi pernyataan-pernyataan politik, yang disetel sesuai dengan keadaan cuaca. Aturlah gerak lidah anda sesuai dengan angin bertiup. Untuk itu, anda tidak perlu malu di cap sebagai "politikus petualang" yang tidak mempunyai konsistensi. Bukankah anda bisa berdalih bahwa dalam politik "tidak dikenal" konsistensi, melainkan kepentingan? Ya, demi kepentingan pula akhirnya anda mengorbankan apa saja. Termasuk harga diri anda.

Karena kadar rasa malu sosial kita yang semakin menipis, maka anda tak perlu sungkan-sungkan untuk menjilat ludah sendiri. Bukankah ludah tak lebih sekedar iler, yang jauh tak lebih penting dari kepentingan? Bukankah setiap saat tubuh kita mampu memproduksi ludah sebanyak-banyaknya? Sehingga tidak perlu eman-eman atau sayang untuk membuangnya bahkan menarik kembali. Karena itu anda tak perlu cemas hanya karena akan di cap sebagai politisi "plin-plan", "tidak etis" bahkan tak bermoral atau politisi hitam. Anda pun berdalih, plin-plan menurut siapa? Tidak etis menurut siapa? Tidak bermoral menurut siapa? Bukankah setiap persoalan memiliki logikanya sendiri, memiliki etikanya sendiri dan memiliki moralnya sendiri? Tergantung darimana anda melihatnya. Itulah rasionalisasi yang bisa menghibur anda. Sehingga anda bisa menghindar (bukan terhindar) dari rasa bersalah.

Bukankah rasa bersalah dan rasa berdosa hanya dimiliki orang jujur. Padahal sejak anda memilih karier menjadi politisi "sudah berjanji" membunuh kejujuran itu. Sebab, kejujuran (hampir selalu) menjadi perintang untuk meraih kepentingan baik material maupun non material. Dengan tekad bulat untuk mendepak kejujuran, andapun tidak gelisah lagi untuk di cap sebagai politisi hipokrit, munafik. Bukankah kehidupan sekarang sudah terlatih untuk salah kaprah memahami bahwa hipokrisi merupakan bagian integral dari politik(us)? Lantas dimana letak kejujuran, integritas dan kecemerlangan otak bagi seorang politikus?

Bukankah politisi merupakan sebuah peran sosial yang berfungsi untuk memperjuangkan kepentingan bersama, kepentingan bangsa, dimana peran itu disangga pilar-pilar kejujuran, integritas dan kapasitas kemampuan? Jika anda nekat untuk memilih menjadi politisi sejati, maka anda harus rela meletakkan nilai-nilai ideal dan kapasitas kemampuan itu menjadi dasar perjuangan. Maka berbagai resiko harus siap diambil, misalnya dicopot dari jabatan anda, disingkirkan, diintimidasi, diteror, bahkan "dilenyapkan". Ini memang pilihan pahit.

Saudaraku, bagaimana anda memilih modus eksistensinya. Menurut Erich Fromm ada dua modus yaitu modus "memiliki" atau posisi "menjadi". Kalau anda sekedar ingin "memiliki", maka anda akan menyikapi peran sosial anda sebagai cara atau jalan untuk "mendapatkan" berbagai kepentingan pribadi, misalnya kekayaan dan jabatan. Tapi kalau anda memilih untuk "menjadi", maka anda akan menjadikan peran sosial tersebut sebagai jalan anda untuk menempa dan mengolah kepribadian serta watak. Sehingga anda mampu mencapai puncak eksistensi yang lebih tinggi. Karena anda memilih peran sebagai politikus bukan untuk mencari kekayaan dan kekuasaan gebyar duniawi. Melainkan menjadi Manusia (sengaja dengan M besar) yang mampu memahami bahwa setiap peran sosial dan setiap fungsi adalah amanah untuk mensejahterakan kehidupan bersama. Kehidupan yang berporos pada asas ketauhidan, keadilan, demokrasi dan hal-hal mulia lainnya.

Sungguh celaka, kita ini kurang terlatih dan terdidik untuk mengapresiasi hal-hal yang "luhur dan mulia". Bahkan untuk sekedar mengucapkan kata-kata itu pun lidah kita mendadak terasa kelu. Keluhuran dan kemuliaan kini menjadi wacana minoritas dalan ranah kognitif maupun afektif kita. Disket keluhuran dan kemuliaan baru kita pakai, ketika harus menjaga citra diri untuk disebut jujur, adil, demokratis dan selanjutnya. Padahal kita tahu dan sadar bahwa kata-kata bukan hanya berhenti sebagai ungkapan verbal belaka, bukan sebuah realita empiris. Ya, alangkah jauhnya antara letak lidah dari hati nurani dan akal sehat kita. Hati nurani, dan akal sehat setiap detak jantung selalu digempur dengan dahsyatnya agar jalan untuk mencapai "kepentingan jangka pendek" bisa rata, mulus tanpa penghalang dan perintang.

Grenengan Guru Sejarah

Sejak tidak berkiprah di dunia pendidikan formal, saya kangen salah satu mata pelajaran favorit sejak SD sampai SMA. Bahkan ketika mengajar di SMP Al Manaar pun memegang mata pelajaran yang kurang disuka banyak siswa. Betul tebakan anda, SEJARAH!

Dalam survey yang dilakukan guru BP terhadap minat anak didik terhadap mata pelajaran di sekolah tempat saya mendidik, alhamdulillah pelajaran Sejarah mendapat juara pertama ganda bersama Olah Raga. Huahaha... Namun ini bukanlah saya anggap berhasil membuat anak-anak suka sejarah, tujuan pelajaran sejarah adalah untuk memberikan pengetahuan dan memberi nilai. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Di situ tidak ada penegasan bahwa pengajaran sejarah untuk melakukan penafsiran faktual bagi kepentingan seseorang atau kekuasaan golongan. Sebuah dosa besar jika pelajaran sejarah diberikan untuk tujuan melanggengkan dan menegakkan sebuah kekuasaan. Saya selalu menekankan kepada siswa-siswi agar jangan hanya belajar sejarah saja namun belajarlah dari sejarah.

Pelajaran sejarah dari SD sampai SMA sebaiknya memang terintegrasi dengan tujuan si anak mengetahui dan memahami proses berbangsa dan bernegara sehingga mereka menikmati hasilnya seperti sekarang. Tidak ada sesuatu yang mak bedunduk jadi. Semua melalui sebuah proses, proses pergumulan yang dahsyat luar biasa. Dan dimana semua peristiwa yang terjadi, bangsanya terlibat baik dalam pengertian positif dan negatif. Ini sebuah obyektivitas yang harus disampaikan kepada para pelajar kita. Inovasi dan kreatifitas dalam mengajar sejarah membuat mereka akan tertarik dan kemudian tereksplorasilah pemikiran-pemikiran jernih untuk membawa perubahan bagi bangsanya di masa depan. Mungkin gaya itulah yang membuat mereka selalu menunggu pelajaran saya, up to date, dapat dipertanggungjawabkan, sedikit ada 'ngakaknya' atawa menghibur dan disiplin logis!

Materi yang selama ini saya lihat di kurikulum masih pola sejarah kolonial. Buku-buku pelajaran sejarah hanya mengganti hal-hal yang bersifat kolonial menjadi bersifat nasional. Jadi cuma dibalik, sedang pola tetap sama. Sehingga hal tersebut mestinya pihak pemangku kebijakan di pusat harus segera merubahnya. Kemudian dalam menyampaikan sejarah harus juga memberitahukan anak tentang sosiologi, anthropologi, dan geografi. Tidak terpisah-pisah sebagaimana seperti selama ini. Dari geografi kita tahu perut bumi Papua itu mengandung apa saja, sehingga mereka tidak gegabah dalam menambangnya. Demikian pula di Borneo atau Kalimantan ketika belajar tentang hutan dan anggrek hitam serta orangutannya, jadi tidak semena-mena menebanghabiskan kayunya, memburu flora faunanya hingga punah. Bahkan kadang saya ketika menyampaikan tentang Perang Atjeh harus rela menggambar peta gerilya Cut Nya' Dhien di papan tulis. Mengapa tidak menggunakan peta baku, hanya menunjukkan kepada siswa harus paham bukan sekedar manja pada peraga. Para murid harus tahu proses itu!

Ketika mengenal etnis satu dengan etnis lainnya yang sangat beragam adat istiadatnya, anak-anak dipersiapkan memahami arti kebersamaan. Makna kebhinnekaan, beda budaya, beda bentang alamnya dan beda sejarahnya. Namun tidak sampai disitu, bagaiman proses bersama itu terjadi sangat panjang sehingga terbentuk sebuah bangsa. Disinilah ada sejarah, disinilah ada anthropologi, disinilah ada sosiologi dan disinilah ada geografi. Banyak diantara rekan guru yang belum menerapkan keintegrasian semacam itu, dan korelasi sejarah masa lalu dengan kemasakinian. Akhirnya mereka para murid merasa bosan. Bahkan ada guru yang pernah nanya ke saya, tentang buku sejarah begitu banyak di koleksi perpustakaan pribadi yang sekarang menjadi Taman Bacaan Rakyat. Dia bilang," Pak Aan itu guru apa murid?" Maksudnya guru itu dianggap sudah tidak perlu buku alias sudah pinter dan tak perlu belajar serta baca buku-buku lagi. Aneh!

Belum lagi banyak buku-buku sejarah yang saya baca hanya menyesatkan karena kesalahan faktual. Kemudian adapula yang hanya menokohkan seseorang saja seagai aktor tunggal dengan kepahlawanannya tanpa pengupasan kekurangannya sebagai manusia biasa yang mempunyai kekurangan. Mestinya obyektivitas dikedepankan, seperti dalam kasus orde baru. Soeharto sangat sukses melaksanakan proses pembangunan infrastruktur dan ekonomi selama 32 tahun namun juga disampaikan bahwa dalam proses perjalanan itu ada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Ini semua sinambung dan disampaikan secara utuh.

Sejarah adalah sebuah ilmu yang selalu terbuka bagi penulisan ulang karena ia tidak berhenti pada satu titik tertentu. Ketika ditemukan data dan fakta baru yang lebih akurat dan valid maka berkembanglah sejarah itu atau direvisilah sejarah. Sejarah adalah dialog tanpa akhir, argumen tanpa akhir, dan guru harus mengatakan itu kepada anak. Sejarah nasional juga mestinya guru menyampaikan secara arif dan bijaksana dengan memperhatikan sejarah lokal. Misalnya, bagi siswa Papua lebih ditekankan tentang perjuangan Silas Papare, Elizer Bonay dan Frans Kaisiepo dengan prosentase yang lebih dibandingkan dengan Tuanku Imam Bonjol dan Diponegoro yang jauh dari kultur mereka.

Yang membedakan guru kita dengan guru sejarah di negara lain adalah akurasi data-datanya. Pelajaran sejarah memang sudah diteliti, dibakukan dan resmi. Buku-buku acuannya banyak dan detail referensinya. Sedangkan guru kita masih mengandalkan satu buku kurikulum yang bisa jadi anak disuruh fotocopy, mencatat dan diterangkan seadanya secara tekstual. Padahal buku-buku sejarah kita masih berpola kolonial. Sejarah perang dan tokoh, itu berarti sejarah politik kekuasaan. Bukan sejarah sosial seperti bagaiman dulu rakyat berjuang. Kita termasuk bangsa yang sering teledor dan tidak menghargai sejarah. Hal ini terlihat miskinnya dokumentasi bersejarah, hanya ada khayalan karangan dan dongeng saja. Padahal Al Qur'an di dalamnya memberikan contoh kisah-kisah nyata yang menakjubkan dengan data lapangan yang akurat.

Selamat menjadi pelaku sejarah!

Senin, 24 Oktober 2011

Derby Manchester

Permainan derby seperti biasa sangatlah istimewa, dan tentunya antara Manchester United dengan Manchester City hari Minggu tanggal 23 Oktober 2011 di Old Trafford. Sementara The Red Devils berada pada posisi ke-2 dengan 20 point dan The Citizens berada pada peringkat teratas dengan selisih dua point diatas rival sekotanya. hal ini juga berlaku bagi pertandingan bersejarah antara Barca dengan Real Madrid di La Liga, dan AC Milan dan Inter di Seri A Italia. Sebagai tim tamu, tentunya The Citizens bermain lepas tanpa beban, dan demikian juga tim asuhan Alex Ferguson tentunya bermain ngotot sebagai tuan rumah. Bertahta dipuncak merupakan keunggulan tersendiri bagi tim asuhan Roberto Mancini ini, sehingga membuat lebih percaya diri.

Kekalahan telak untuk Iblis Merah di kandang sendiri musim ini sudah dapat diprediksi dalam catatan saya sebelumnya. Sedangkan tim Biru Langit selalu dianggap tim kelas kedua, kesebelasan yang selalu dianggap sebagai 'tetangga yang berisik' ini bangkit menjadi misil mematikan. Pemain belakang MU kesulitan meredam umpan formasi segitiga antara Silva, Milner, Balotelli, ditambah di babak kedua diperkuat lagi oleh Samir Nasri dan Dzeko. Rooney dkk dibuat tak berkutik, ditambah Joe Hart sebagai kiper yang memperkuat pertahanan The Citizens semakin gemilang. Kiper Inggris tersebut meraih Sarung Tangan Emas setelah berhasil mengosongkan gawangnya dari gol di 17 pertandingan dan membuat rekor tak kebobolan pada 29 laga di semua kompetisi.

Dominasi MU di awal pertandingan berbalik saat Balotelli mencetak gol pada menit ke-22.  Mario Balotelli melakukan selebrasi dengan membuka kostumnya yang buatkan Les Chappy dengan tulisan "Kenapa Selalu Saya?". Pemain yang dijuluki bad boy ini cukup bermain gemilang dengan gol pembukanya, dan memperkokoh timnya dipuncak Klasemen Liga Primer. Hingga turun minum skor tak berubah 1-0 untuk City. Pelajaran yang cukup menarik, namun luput dari perhatian MU. Bahwa Balotelli dapat menjadi salah satu asbab kekalahan tim lawan, ketika dia dierikan 'umpan panas' maka seperti menarik pelatuk senapan dan berbunyi," Doooorrr!!!".

Di babak kedua sial bagi John Evans yang terkena kartu merah di menit ke-47. Ia kedapatan menarik tangan Balotelli. Huahahaha....ini sebuah pertanda bahwa pemuda sangat berarti dalam kelanjutan sebuah perjuangan. Jika pemuda tidak mendapatkan prioritas dalam kesempatan memperjuangkan sesuatu, apalagi dikeluarkan dari laga peperangan resikonya adalah sebuah kekalahan. Kekalahan besar nan memalukan semakin menambah keterpurukan dikarenakan mengabaikan rahmat Allah. Maka sudah semestinya setiap kemenangan selalu dikatakan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. John yang bermakna 'Hadiah dari Kebaikan Tuhan' dan Evans yang bermakna 'Prajurit Muda' di buang keluar lapangan, menjadi asbab datangnya gol bagi City yang bertubi-tubi. Sekali lagi Balotelli mencetak gol kedua pada menit ke-60. Lalu Aguero menambah gol pada menit ke-69 (lagi-lagi menit 69, huahaha!).

Sebuah gol hiburan untuk MU saat Fletcher berhasil mencetak gol pada menit ke 81. Biru Langit berkali-kali menggagalkan serangan The Red Devils dan berbalik menyerang cepat, yang membuahkan tiga gol lagi. Dua gol dicetak Dzeko pada menit perpanjangan waktu dan satu gol oleh David Silva. Wayne Rooney, Nani, Javier Hernandez, dkk benar-benar kewalahan menyerang pertahanan The Citizens. Hal itulah yang memotivasi bek kanan City, Micah Richards untuk membantu timnya yang selalu dicibir gagal meraih gelar Liga Inggris dalam 35 tahun. Pertandingan menjadi milik 'tetangga yang berisik' dengan pesta gol di papan skor dan di lapangan hijau tentunya. Ketangguhan Sergio Aguero masih selalu mendapatkan ujian dan terus harus dibuktikan karena bumi itu berputar. Selamat bertemu lagi pada 28 April 2012....

Pesan Moral: Jangan engkau buang rahmat Tuhan dan gandenglah prajurit-prajurit muda dalam perjuangan menggapai impian.

Rabu, 19 Oktober 2011

Khalifah fil Ardl

Karut marut bangsa sering dihubungkan dengan masalah politik. Sedangkan politik tentunya tidak bisa terlepas dari peran partai politik yang ada. Masyarakat menunggu peran dan kemanfaatan partai untuk kesejahteraannya, agar partai benar-benar representasi dari suara rakyat. Jika sebaliknya partai hanya menjadi tunggangan politik bagi pengurusnya saja maka tentu akan ditinggalkan oleh konstituennya. Disinilah berbagai silang sengkarut itu, kepentingan pribadi dan golongan seringkali mengalahkan kepentingan nasional, ya kepentingan bangsa benar-benar terabaikan, rakyat yang menjadi korban.

Politik merupakan sebuah keniscayaan yang pasti terjadi, karena manusia ditugaskan oleh Allah Ta'ala sebagai khalifahNya di planet bumi ini. Fungsi kekhalifahan dapat berjalan dengan politik yang baik. Ada fatsun yang mengaturnya, walaupun tentu saja tidak tertulis. Sebagai khalifah, manusia ukan mengatur sesamanya saja namun juga mengatur lingkungan yang ada segenap isinya. Manusia mempunyai dibekali Allah Ta'ala dengan hawa nafsu dan akal nurani. Jika nafsu manusia itu dikendalikan maka kekhalifahannya dapat berjalan dengan baik sebagaimana Allah juga sering disebut Yang Maha Kuasa. Jika manusia diperbudak dengan hawa nafsunya ketika menuju kekuasaan untuk mengatur masyarakat, maka syahwat politik tersebut memerangkap nuraninya. Kezhaliman yang bisa dipastikan terjadi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya.

Apabila manusia memimpin di bumi dengan kasih sayang sebagaimana Tuhan yang diwakilinya bersifat Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang, akal nuraninya semakin terasah. Semua tindakan dan ucapannya membawa kemaslahatan untuk umat manusia beserta makhluk lainnya. Diantara sifat kasih sayang dan kepemimpinan itu terdapat sifat keadilan. Manifestasi keadilan manusia yaitu ketika mampu menempatkan 'sesuatu' pada proporsinya, tidak memutar balik fakta dan data, dan tidak 'ter-la-lu!'.

Sebagai sebuah ilmu, politik mengatur konstitusi suatu bangsa dan negara. Aturan logic itu berlaku bagi semua jenis negara, entah yang republik maupun kerajaan. Regulasi itu diperlukan agar jelas pengontrolannya oleh rakyat. Politik juga sebuah seni yang kalau andaikan kita menonton sebuah pertandingan terlihat indah dan nikmat dirasakan. Bikin seni menjadi serasa Plong! Namun banyak politikus kita yang tidak cantik bermain seni politik walaupun mereka juga banyak yang berasal dari kaum seniman atau artis. Terjadi karena seninya tanpa ilmu politik yang benar. Tentunya politik juga bisa kita lihat dari dimensi permainan. Permainan bukan berarti main-main, karena permainan juga utuh keseriusan. Persaingan politik akan menjadi meriah dan menggairahkan jika banyak pemain, dan akan menjadi wagu tur saru kalau hanya pemain tunggal. Nah, semua itu harus berdasarkan landasan fastabiqul khairat disertai cara-cara yang sportif.

Sportivitas yang dimaksud di atas, adalah permainan yang mengacu kepada fatsun, yaitu tatakrama, etika sopan santun. Tidak menabrak batasan norma-norma demokrasi. Sikap yang perlu ditunjukkan oleh partai politik menyikapi langkah-langkah pemerintah seharusnya mengacu kepada kepentingan rakyat. Pertama, apabila pemerintah yang berkuasa memang baik dalam menjalankan roda pembangunan dan rakyat jelas mengetahuinya, maka partai menjaga keharmonisan hubungan tersebut tetap berkelanjutan. Dengan cara mendukung dan menjadi pilar penyangga konsolidasi demokrasi. Kedua, apabila pemerintah mampu menjaga amanah rakyatnya, namun karena kekurangan informasi rakyat menjadi tidak tahu. Atau pemerintah memang tidak bisa menjaga amanah rakyatnya, dan rakyat juga tidak tau maka kewajiban partai politik untuk mengkomunikasikan kepada rakyat tentang kondisi yang sebenarnya. Inilah fungsi partai sebagai sarana komunikasi publik. Ketiga, pemerintahan yang gagal sedangkan rakyat sangat tahu hal itu, maka partai beserta rakyat bahu membahu bersatu mengingatkan (watawa shaubil haq watawa shaubis shabr) dan menyadarkan rezim dari kesalahannya. Partai harus mampu menjadi penyalur aspirasi dan agregasi kepentingan rakyat.

Apapun pilihannya, sebagai partai pendukung koalisi maupun yang memilih oposisi tentunya harus memperhatikan ketiga aspek di atas. Reshuffle kabinet, tentunya ini bukanlah sesuatu yang istimewa. Sehingga partai politik tidak perlu menyikapi dengan saling menyandera. Indonesia tidak perlu menjadi gonjang-ganjing karena nggak penting, sungguh! Siapapun yang menjadi menteri atau presiden pun, harus mengingat ucapan John Fitzgerald Kennedy," My loyality to my party ends when my loyality to my country begins." Jika statement itu dilakukan atau diamalkan maka dapat meredam berbagai gejolak politik yang merugikan kepentingan bangsa. Mereshuffle nuraninya sendiri jika tidak mampu bertugas lebih baik dari pada memikirkan reshuffle tetangga kita yang ganti istri misalnya. Kapan akan menjadi maju negara ini, kalau masih seperti itu. Bahkan saya pernah menjumpai suatu kelurahan yang situasi politiknya panas melebihi panasnya politik kenegaraan karena sukanya bongkar-bongkar nggak mau bongkar pasang. Kalah sama anak saya yang di PAUD, dua tahun dah pinter bongkar pasang. Dampak dari kebodohan politik inilah, rakyat yang dirugikan dan pembangunan tidak berjalan.

Seorang pemimpin terlihat galau dan ragu-ragu dalam bertindak. Penyebabnya banyak conflict interest didirinya. Sulit menempatkan sebagai kader partai (loyal kepada partai bukan kepada rakyat) sekaligus sebagai bagian rakyat itu sendiri yang harusnya loyal kepada negara karena dirinya adalah pejabat negara. Adanya disparitas,divergensi,distingsi,disimilaritas atau apapun sebutannya berupa pertikaian dan perbedaan timbul karena jarak kepentingan. jarak ini mesti diperkecil dengan kembalinya tugas seseorang sebagi khalifah. Dengan ikhlas menempatkan rakyat dan negara diatas kepentingan lainnya. Semua itu jika rangkaian gerbongnya di niati mencari ridho Allah Ta'ala maka bisa menjadi Plong!

Bagaimana mas, tentang kondisi kita sekarang. Kita kurang stock untuk generasi yang bersih, yang menjadi penyapu ketidakberesan yang ada. Awal kemerdekaan, pemimpin negeri ini terlalu sibuk berbenah mempertahankan kemerdekaan. Padahal mereka generasi awal yang pilihan, semangat nasionalismenya sangat tinggi. Dari pejabatnya sampai rakyat jelatanya. Sayang Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sjahrir, M.Natsir, IJ Kasimo, Soedirman, Kartini dan Semaun tidak mewarisi kepiawaian HOS Tjokroaminoto dan Agus Salim. Pemimpin yang mampu melahirkan pemimpin. Sehingga dalam babak sejarah selanjutnya di era rezim Soeharto yang ada adalah generasi kepura-puraan. Bayangkan Indonesia dalam kondisi demikian selama 32 tahun. Terjadi lost generation, dan dampaknya juga kita rasakan sampai sekarang ini. Sikap anarkis (bukan nasioanalis) warisan orde lama ketika melawan agresi militer digabungkan dengan kepura-puraan orde baru. Dahsyat! Era yang katanya reformasi, Allahu Akbar sebagai ungkapan takbir dijadikan jajanan dipinggir jalan ketika berlaku anarkis. Namun masih kosong di rumah-rumah ibadah, dan tak pernah dikumandangkan di hati. Mana tokoh-tokoh berintegritas?

Kita tidak boleh pesimis, masih ada waktu. Dan tokoh berintegritas masih bisa lebih banyak berperan, ditingkat lokal, regional dan nasional. Masih ada Buya Syafi'i Ma'arif (Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah) dan tokoh-tokoh lintas agama, masih ada para kiyai sepuh yang menjaga nurani, masih ada pemuda berprestasi mandiri kreatif, mari terus berjuang. Adagium NU yang terkenal," Al Muhafadzatu 'alal qadim as shalih wal 'akhdzu bil jadid as shalah." Yang lama namun tetap baik mari kita pelihara, dan yang baru  asalnya dari luar jika sudah teruji baik, marilah kita manfaatkan untuk kepentingan bersama.

Wallahu a'lam bi ash shawab.


Minggu, 16 Oktober 2011

World Food Day 2011

Refleksi dalam rangka Hari Pangan Sedunia tanggal 16 Oktober 2011.

Bencana kelaparan masih saja berlangsung di berbagai belahan dunia ini. Miris kadang ditemukan sebuah keluarga terkena kasus kelaparan, saya lebih suka menyebutnya demikian dibanding "kaus gizi buruk" yang diperhalus, berada di dekat pusaran kekuasaan. Dan itu terjadi di negeri yang kaya akan bahan pangan. Teriris hati ini, betul saya merasakan kegelisahan yang amat sangat, sampai menitikkan air mata. Bagaimana nasib anak cucu kita kedepan jika kondisi ketahanan pangan masih seperti itu. Masihkah kita hanya berpangku tangan, menyaksikan dan hanya sekedar menyaksikan tanpa action. Atau jangan-jangan kita berada dilingkaran itu. Na'udzubillah.

Melihat Indeks harga pangan (IHP) dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa Bangsa (FAO) yang menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan karena dibulan Februari 2011 sudah mencapai posisi 236, setelah satu bulan sebelumnya pada posisi 231. Itu adalah angka tertinggi sejak krisis pangan 2008. Bisa kita bayangkan sejak 2007 sampai 2011 terjadi kenaikan harga komoditas bahan pangan seperti jagung 84%, gandum 55%, gula 62% dan kedelai 47%. Bagaimana kelaparan tidak terjadi, ketika bahan pangan dengan harga tinggi namun pendapatan masyarakat sangatlah rendah, padahal pendapatannya sekitar 70% untuk pangan? Maka tak heran ketika daya beli menjadi rendah dengan adanya inflasi akibat kenaikan harga pangan, walaupun petani tak menikmati arti dari kenaikan harga tersebut.

Sering saya mengungkapkan kata pangan sebagai mati hidupnya bangsa ini, menyitir apa yang disampaikan Bung Karno dalam Dies Natalis Institut Pertanian Bogor. Agar peradaban ke depan tidak terancam maka diperlukan kemandirian. Cukup indah yang disampaikan petinggi negeri ini, kesiapannya dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia. Dalam realita empirisnya, masih banyak disekitar kita yang masih kekurangan pangan. Banyak dikatakan terjadi surplus beras, namun banyak terjadi kelaparan menjadi bukti adanya ketidakmerataan.

Temen-temen, walaupun kita mengupayakan kebijakan pemerintah melalui legal obligation, desakan moral dan politik bahkan desakan ekonomi, tidak akan mampu mewujudkan ketahanan pangan tanpa kesadaran kita, khususnya kaum cilik wong tani sebagai soko guru ketahanan pangan nasional. Keberdikarian itu sangat diperlukan. Lumbung-lumbung padi kita isi, padi digunakan selain untuk pangan sendiri juga di jadikan komoditas utama untuk didistribusikan secara merata di nusantara. Demikian pula tanaman pangan substitusi seperti ganyong, uwi, gembili, garut/irut, sukun dan lain-lain juga selalu diinovasi pengolahannya. Masyarakat Indonesia pasti mampu, karena sudah teruji cukup kokoh menangani krisis pangan sejak jaman penjajahan Belanda, jaman pendudukan Japan dan masa sulit perjuangan revolusi.

Tentunya hal ini sesuai yang saya kemukakan di atas, bahwa pemerintah juga koordinasi antar instansi yang menangani masalah ini. Janganlah antara Menteri Perdagangan tidak sejalan dengan kebijakan Menteri Pertanian. Sehingga beras mesti impor dari Vietnam, Thailand dan India. Demikian pula dengan DPR jangan hanya mencari proyek APBN untuk kelompok tani konstituennya saja bahkan berujung kepada kasus korupsi. Bantuan lenyap atau misalnya terserap pun tidak dapat berkembang karena tidak diimbangi adanya penyiapan SDM yang berkualitas dan pendampingan berkelanjutan. Pemenuhan pangan nasional yang bertumpu kepada kekuatan bangsa sendiri inilah menjadi tanggung jawab penuh pemerintah.

Semoga Allah Ta'ala memberikan kekuatan kepada semua elemen yang peduli kepada pertanian khususnya ketahanan pangan nasional. Petani kita menjadi subyek, bukan pemeran figuran dalam drama sosial dunia pertanian. Mereka menjadi aktor utama yang handal untuk melewati krisis pangan yang diperkirakan terus berlanjut samapi 2025. Waspadalah semoga selamat sampai tujuan.


The Reds and The Red Devils

Pertandingan antara Liverpool dengan Manchester United tadi malam merupakan big match yang sudah ditunggu oleh kedua penggemarnya. Liverpool disalip dalam perolehan trophy terbanyak, ketika MU sukses meraih juara musim lalu dan menambah koleksi trophynya menjadi 19. Sedangkan Liverpool hanya 18 trophy di Liga Inggris. Tentunya duel yang bertaburkan gengsi di Stadion Anfield yang merupakan stadion keramat kebanggaan Liverpudlian, gegap gempita sehingga menghadirkan atmosfir fantastis.

Pertandingan yang berjalan dengan tensi tinggi ini disebabkan adanya rivalitas bersejarah diantara keduanya serta kekuatan dahsyat yang dimiliki masing-masing pemain The Reds dan The Red Devils. Dengan pertandingan yang bergengsi tadi malam, maka poin yang diperoleh Liverpool baru 14 dan United tetap diposisi teratas dengan 20 poin. Tensi tinggi inilah yang juga terjadi antara pro corruption dengan yang kontra di Indonesia. Dan tentunya para penggila bola masuk dalam jajaran anti korupsi, ya nggak Bro? Disinilah pentingnya sportivitas dalam dunia olahraga yang dapat diaplikasikan dalam bidang lainnya.

Persaingan antara koruptor dengan orang jujur nan berani di Indonesia sudah sejak negeri ini berdiri, bahkan sebelum nama Indonesia belum populer. Ingatkah history VOC sampai bangkrut dan Belanda akhirnya menjalankan saran Van den Bosch berupa cultuur stelsel. Dan kebijakan tersebut menuai dua kutub yang berseberangan yaitu Belanda bangkit dari keterpurukan sebagai negeri miskin menjadi negara kaya di Eropa, sedangkan bangsa kita dari bangsa terhormat dengan kekayaan nusantara menjadi negeri hina karena terjajah dan miskin. Pertandingan antara kekuatan dahsyat pemain VOC atau Belanda dengan pemain Nusantara seperti Diponegoro, Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, Imam Bonjol dan Pejuang Atjeh merupakan big match yang sangat legendaris.

Dan ini tergambarkan dengan pertandingan tadi malam, dimana United ingin mempermalukan Liverpool di Anfield sedangkan The Reds ingin menenggelamkan Si Setan Merah seperti yang mereka lakukan di Anfield pada tiga laga sebelumnya, sekaligus untuk menuntaskan dendam kekalahan di Old Trafford pada bulan Januari. Babak pertama pun berakhir dengan imbang, skor 0-0. Sundulan Phil Jones pada menit ke-16 sempat nyaris membuat Liverpludian gemes, tipis disamping gawang. Tidak mau dipermalukan, lima menit kemudian Steven Gerrard memberikan umpan silang berbahaya yang manis ke depan mulut gawang MU, namun sayangnya tidak berhasil dimanfaatkan temen-temennya. United kembali menekan, ketika Darren Fletcher dan Park Ji Sung mencoba memberi tendangan yang bisa mempermalukan tuan rumah tetapi belum berhasil.

Dibabak kedua, tuan rumah memanfaatkan kesalahan pemain United yang mengakibatkan, melesaklah bola ke gawang oleh Steven Gerrard. Steven merupakan manifestasi dari suara The Reds yang berarti dimahkotai. Sebuah indikasi bahwa Steven mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik malam ini dengan tendangan bebasnya. Gerrard sendiri bermakna pemberani, yang merupakan sifat yang harus dimiliki para eksekutor. Sementara 1-0 untuk tuan rumah pada menit ke-68.

Pada menit ke-69 Park diistirahatkan dan masuklah Rooney oleh Fergie untuk mempertajam lini depan, sayang Pepe Reina masih tangguh mempertahankan jaring-jaring gawangnya dari sentuhan bola lawan. Keputusan Fergie ini sudah tepat sebenarnya, apalagi angka 69 (simbol Yin Yang) merupakan nomer rumah saya, hehehe maap nggak ada hubungannya ya... Bukan pengkultusan ataupun pengeramatan, angka tersebut merupakan doa yaitu minimal pertandingan berakhir seri, janganlah MU dikalahkan di saat bertandang.

Ashley Young yang beberapa kali serangannya yang didukung skuad United berusaha membobol gawang lawan namun masih mentah. Sir Alex Ferguson akhirnya dimenit ke-69 juga menggantinya dengan Nani. Bukanlah sebuah keberuntungan, berawal sepak pojok Nani yang dibelokkan oleh Danny Welbeck, laju bola diambil oleh Javier 'Chicharito' Hernandez dengan sundulannya membuat Reina tak berdaya. pada menit ke-81. (8+1 = 9 = sempurna). Gooooool! Kedudukan benarkan menjadi berimbang, pro 69! Huahahaha...

Semenit kemudian The Reds marah dengan sontekan Dirk Kuyt umpan silang dari Steward Downing ke dekat tiang. Saya sudah bilang kepada anda, kekuatan doa itu jangan dianggap main-main. Keadaan tetap berimbang dan sulit membuat tim asuhan Dalglish unggul karena kepiawaian keeper David de Gea yang berhasil dengan gemilang menepis bola keluar maka selamatlah MU malam itu.

Javier Hernandez masuk pada saat yang tepat menggantikan Jones pada menit ke-77, karena kata Javier mempunyai makna sangat jelas, menjadikan pertandingan tadi malam sangat jelas permainan dan kualitas kedua tim. Sangat jelas hasil pertandingannya. Sangat jelas alias becik ketitik ala ketara. Mana yang baik dan buruk serta mana yang benar dan salah sebenarnya di dunia ini sudah sangat jelas. Sebuah pilihan, sehingga manusia bebas mengambil keputusan. Mau korupsi entah kecil atau besar, atau anti korupsi walaupun resikonya dianggap gila alias wong ora umum. Demikian pula melihat keseharian hidup kita, mana yang pencitraan terhadap istri dan anak-anak, dan mana yang ikhlas mensukseskan keluarga sakinah dengan kejujuran.

Panggilan kesayangan ayah Javier yaitu Fernandes Sr terhadap anaknya adalah Little Pea yang dalam bahasa Mexico disebut Chicharito. Bola matanya yang hijau itulah memawa keteduhan bagi timnya dengan hasil imbang di kandang lawan. Ya pertandingan terbesar abad ini di Liga Inggris selesai dengan 1-1. Cukup bukti agar MU tetap bertengger di posisi teratas klasemen sementara. tentunya harus ada upaya keras untuk tetap memperjuangkan hingga musim ini selesai.

Hanya saya berharap, nasib penegakan keadilan di negeri saya tercinta Indonesia janganlah berakhir seri, bentuk dari kong kalikong. Tetaplah tegak kejujuran, bagi koruptor segera sadar bahwa apa yang dilakukan adalah penzhaliman terhadap dirinya sendiri dan rakyat Indonesia. Kekuatan taubat anda akan mampu menyelamatkan siksaan Allah nanti di hari akhir kelak, biidznillah. Taubat itu diiringi dengan realita empiris, berupa permohonan ampun dan maaf, bersedia dihukum seadil-adilnya, mengemalikan hasil jarahannya, tidak mengulangi lagi serta banyaklah memberi. Sedangkan kekuatan anti korupsi berjuang dengan ikhlas, semata mencari ridho Allah untuk kedepan lebih baik. Itulah baru win-win solution, 1-1.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Dibalik MU-Stoke City

Sudah lama saya nggak menikmati pertandingan langsung sepak bola profesional. Baik yang di divisi III, II, I, Utama dan ISL maupun LPI. Terakhir kayane waktu PSIR masuk delapan besar Kompetisi Perserikatan Divisi Utama PSSI tahun 1993/1994. Wah, waktu itu saya bangga banget dengan kesebelasan PSIR. Kalo sekarang, lihat dulu progressnya nanti. Kemaren, paling nonton anak-anak SD yang sedang lucu-lucunya tendang-tendangan bal di halaman olah raga dekat tempat tinggal saya. Iseng-iseng saya ngajak Kang Masban yang biasa nangani tanaman Jabon untuk program usaha jangka menengah kami untuk membentuk klub dan SSB. Dan alhamdulillah, belum 3 bulan ada undangan mengikuti kompetisi Jelita Cup di Cilacap yang terdiri dari klub U-23 di Kabupaten Cilacap. Itung-itung cari pengalaman bertanding, alhamdulillah seri 2 lha kok kami masuk 3 besar!

Mengejutkan dan menggembirakan. Memang segala sesuatu tidak bisa dilihat dari hasil namun dari sebuah proses. Kami sekarang masih berproses. Anak-anak itu punya semangat, punya tekad dan punya greget untuk maju dengan terus berlatih. Selamat berjuang kawan-kawan muda. Sekarang saya di Rembang, paling nonton di layar TV. Termasuk Manchester United VS Stoke City. Banyak yang menjagokan MU, apalagi itu klub kebanggaan keponakanku yang gila bola sedari kecil. Bahkan karena hobi dia, pernah kecilnya tak ajak nonton sepakbola di Stadion Krida Rembang antara PSIR VS Persebaya glundung arep ilang dari atas tribun tanah bagian timur lapangan gara-gara tawuran suporter. Kekagumannya terhadap MU terbawa sampai sekarang.

Namun saya tidak percaya terhadap kekekalan makhluk, karena kekekalan hanya milik Yang di Atas itu lho. Sejak awal musim Liga Primer Inggris, MU selalu mendapatkan point 3. Laju kemenangannya ini membuat penggemarnya berharap akan terulang di kandang Stoke City. Tetapi kita memang bangsa yang muda lupa karena hidup di negeri Indoamnesia. Ketika menyanjung Timnas PSSI sak porete, sundul langit. Namun ketika kebanggan itu tidak menganut asas realitas akan terjadi kekecewaan luar biasa. Maka bangga adalah suatu kewajaran sebagaimana saya orang Rembang bangga dengan PSIR, sebagai warga Cilacap dulu saya bangga dengan PSCS, sebagai bangsa Indonesia pun saya tetap cinta PSSI. Namun tentu berlebihan adalah sesuatu yang tidak baik, untuk diri sendiri dan untuk PSSInya. Demikian pula ketika laju kemenangan MU terjegal oleh Stoke adalah biasa, bahkan bisa saya prediksi. Seperti kekalahan Tyson oleh Holyfield dulu. Hukum titen, namanya.

Sudah tanpa Wayne Rooney hilang pula Javier Hernandez yang ditekel oleh Jonathan Woodgate. Walaupun Michael Owen menggantikannya, tetap....owh tidak bisaaa! Jonathan merupakan kata yang berasal dari bahasa di Afrika yang artinya Pemberian Tuhan. Waaah, ini nggak main-main. Apese MU di Jonathan sama apesnya Soeharto di Gerakan Mahasiswa 1998. Sedangkan Woodgate berarti Pintu Gerbang dari Kayu. Pas sebagai penghalang pada pertandingan tadi malam. Sekaligus sebagai Pintu Gerbang untuk masuk dan mematahkan mitos laju kemenangan Tim MU. Biasanya kalau di Indonesia yang berbau gate pasti sial, contohnya Buloggate, Brunaigate (jatuhnya Gus Dur), Miranda Gate, APBD Gate, Jalan Tol Gate, Century gate dan Gate lain yang masih sak hohah.

MU yang unggul lebih awal melalui aksi Nani di babak pertama, sangat terasa skill individualnya. Berbeda dengan  penyerang baru tuan rumah, Peter Crouch, melalui sundulan kepala memanfaatkan sebuah situasi bola mati adalah bentuk kerjasama yang satu dan yang lain saling membutuhkan. Yup, bentuk dari follow up. Manusia hidup, bukan sebagai manusia yang selalu egois namun manusia sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Peter mempunyai makna Bebatuan dan Crouch adalah Membungkukkan Badan. Hal ini membuat langkah MU selalu terantuk batu karang yang besar. Walaupun MU mencoba menambah daya gedor dengan memasukkan Ryan Giggs pada menit ke-70, tetapi Ryan Shawcross mampu memotong umpan sang pemain senior yang menuju Owen sehingga gawang Stoke tetap aman.Maka makna membungkukkan badan adalah MU begitu terhormat menghadapi Stoke tadi malam.

Ikhtiar yang dilakukan Stoke sungguh layak diharga ketika mengandalkan bola-bola lambung ke kotak penalti yang cukup merepotkan kiper baru MU, David de Gea. Coba kawan-kawan ingat bagaimana sebuah lemparan dalam Rory Delap hampir saja menjadi bahaya sehingga menyulitkan De Gea. Strategi itu membuahkan hasil pada menit ke-52. Umpan tendangan penjuru Matthew Etherington berhasil disundul masuk Crouch (membungkukkan badan.tanda hormat, dan minta maaf!-red) dan menjadikan gol pertama bagi penyerang seharga 10 juta saat dibeli dari Tottenham Hotspur itu. Huahaha....1-1 cukup untuk meredam sebuah mitos ! (Catatan dalam pesbuk 25 September 2011)

Mutiara Hitam di Kandang Saddam Hussein

Sebenarnya untuk membuat komentar tentang pertandingan tadi malam, cukup sederhana. namun karena yang sederhana itu justru sulit dilakukan karena sekarang orang cenderung maunya berfoya-foya, bermewah-mewahan dan terlalu berlebih-lebihan. Padahal hidup kan mestinya zuhud saja ketika sedang ada dan sedang tak ada. Lho ini mau komentar bola atau komentar apa sih? Wah, mulai diprotes sama Ahnaf anak wuragil saya...

Pada pertandingan di kandang, Skuad Mutiara Hitam ketika menghadapi Erbil Fc dalam Piala Champion Asia mengalami kekalahan. Dengan hasil 2-1 untuk Erbil Fc, membuat anak asuh Jacksen F. Tiago harus berjuang mati-matian agar dapat lolos masuk semifinal. Kekalahan Persipura pada tanggal 13 September 2011 di Stadion Mandala Jayapura Papua seharusnya menjadi pelajaran dan pengalaman agar menempa skill individu, komunikasi antar pemain, koordinasi antar lini dan kolektivitas permainan tim.

Pada menit ke-16 Boaz sempat mempunyai peluang namun bola masih melambung di atas gawang lawan. Dan justru kemudian pada menit ke-33 dan ke-41 Pasukan Negeri Antara Tigris dan Euphrat ini lebih banyak menekan, seolah-olah ingin menggerus mutiara hitam untuk campuran mesiu ketika ada pendudukan pasukan asing. Coba kalau waktu itu Yoo Jae Hoon tidak prima, pasti sudah berapa goal terjadi. namun, kiper asal Korea ini memang benar-benar tangguh sehingga berhasil menyelamatkan muka anak-anak Papua.

Sepanjang babak pertama, Persipura dibawah tekanan. Bola selalu mudah lepas, dan dominan dikuasai Pasukan Erbil Fc. Franso Hariri (bukan Ustadz Hariri yang Gondes itu!) Stadium, Erbil Iraq merupakan saksi bagaimana usaha keras kaki-kaki Boaz Salossa tidak berdaya. Iraq yang mempunyai tinggi badan sebagaimana pemain sepakbola Timur Tengah lainnya di atas rata-rata pemain Indonesia, tidak mengandalkan umpan panjang lagi sebagaimana dulu di Mandala Stadium. Waktu itu Nabeel Sabah di menit ke-17 mendapat bola dari lapangan tengah sehingga mampu menjebol gawang yang dijaga Yoo Jae Hoon. Sekarang mereka bermain dengan bola pendek, satu dua sentuhan kaki, menuju dan menerobos barisan pertahan Persipura sehingga merepotkan Kiper Yoo Jae Hoon. Kedua sayap mereka hidup, walaupun pertahanan Persipura juga tidak mudah untuk diobrak-abrik.

Sebenarnya pada menit ke-36 punya peluang terbaik namun berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa (lho kok kaya Pembukaan UUD '45) dan kecemerlangan kiper Erbil Fc maka bola dapat ditepis atau di tangkap. Itulah peluang terbaik yang dimiliki Boaz Salossa. Sampai babak pertama usai, pertandingan masih 0-0. Wah ini bahaya karena jika seri yang lolos ke semifinal adalah tetap Erbil Fc.

Memasuki babak kedua, pertandingan belum 15 menit alias tepatnya dimenit ke-59.24 Amjed Radhi berhasil memanfaatkan bola muntah dan nyelonong dengan suksesnya di pojok kanan gawang tanpa bisa di tepis oleh Yoo Jae Hoon. Ini berawal dari tendangan pojok yang selama pertandingan banyak didapatkan Tim Erbil Fc (di Indonesia tertulis Arbil Fc.red). Bola mati memang sangat berperan dan mudah dimanfaatkan oleh tim lawan sehingga mengancam keberadaan Tim Mutiara Hitam, juara ISL tahun ini.

Gambaran Persipura, gambaran pula sepakbola Indonesia. Walaupun menurut saya justru lebih baik, sedikit...

Boaz Salossa tidak tinggal diam, masih energik sebelum peluit dibunyikan wasit tanda akhir pertandingan. Gerakannya khas masih lincah, beberapa kali lepas dari kontrol pemain pertahanan lawan. Sayang hal ini tidak di dukung dengan koordinasi antar lini yang bagis. Komunikasi antar pemain juga kurang berjalan sehingga sering juga salah umpan, dan direbut pemain lawan. Pada menit ke-80, Boaz menampilkan performa terbaik ketika berhasil membuat tendangan keras, namun sayang hal ini masih bisa digagalkan penjaga gawang lawan yang memang terlihat profesional.

Pertandingan akhirnya usai, dengan kekalahan wakil Indonesia Tim Mutiara Hitam dari Papua yaitu Persipura 1-0. kekalahan agregat 3-1 membuat tim kebanggaan warga Irian atau Nuu War ini gagal masuk semifinal Champion Asia. Namun ucapan selamat tetap layak untuk diucapkan kepada mereka yang telah berjuang, dan menjadi inspirasi bagi Timnas Sepakbola Indonesia dalam menapaki perjuangannya tampil di Pra Piala Dunia Zona Asia. Sing penting aja ngayawara, ndeleng githoke dhewe!

(Catatan dalam pesbuk)

Timnas Indonesia

Menuju Piala Dunia ke-20 di Brazil tahun 2014, Tim Garuda Merah Putih baru memasukkan 2 gol dan sudah kebobolan 8 gol. Masih tersisa 3 pertandingan lagi yaitu di kandang sekali melawan Iran, dan tandang ke Qatar dan Bahrain. Memang Indonesia mampu melewati jembatan babak kualifikasi kedua menuju ketiga, namun bersama 14 negara lainnya sudah ditunggu 5 negara utama Asia yaitu Jepang, Korea Selatan, Australia, Korea Utara dan Bahrain. Indonesia kemudian masuk satu group dengan Bahrain, Iran dan Qatar. Namun sekarang, dengan hasil tadi malam peluang berikutnya dapat dikatakan sangat sulit bahkan mustahil.

Piala Dunia merupakan impian bagi kita semuanya. Ingin rasanya dalam sisa umur menyaksikan suatu pertandingan sepak bola dunia yang disana dinyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ada rasa bangga ketika bangsa yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak dan sepakbola merupakan olahraga populer di masyarakat mampu bertanding sejajar dengan negara-negara jawara sepakbola lainnya. Tentunya sensasi plong akan tersa disana. Mungkin untuk 2014 jangan mimpi dulu, kecuali kun fayakun Allah Ta'ala yang membuat ketidakmungkinan menjadi tiada.

Jika melihat kiprah sepak bola negeri ini, kita sudah termasuk bangsa Asia yang tidak asing dengan dunia tendang bola. Ir Soeratin membentuk jiwa nasionalis melawan eksistensi penjajah Belanda justru melalui Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia. Sayang seribu sayang PSSI (sekarang Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) menjadi organisasi yang tidak jelas jluntrungnya kini. Mestinya kualitas pemain dari dulu dan sekarang tidak terlalu jauh berbeda, bahkan harusnya lebih baik.

Kita perlu membuka memori tentang itu. Berkat kemenangan VIJ (Voetbalbond Indonesia Jacatra) klub pribumi anggota PSSI atas SIVJ (Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond) suatu klub anggota Nederlandsch Indische Voetbal Bond dengan skor 2-1, maka NIVB (berikutnya menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie / NIVU) mengajak damai PSSI berupa Gentlement's Agreement pada tanggal 15 Januari 1937. Pada tanggal 7 Agustus 1937, PSSI bertanding melawan Kesebelasan Nan Hwa China (yang pernah mengalah Timnas Belanda 4-0) di Gelanggang Union Semarang dengan skor imbang 2-2. Artinya kita sedari dulu mampu bersaing dengan negara-negara lainnya di Asia.

Walaupun banyak juga yang membanggakan negeri ini atas nama NIVU (Organisasi Sepakbola Hindia Belanda atau Deutch East Indie) yang diakui FIFA dengan beberapa pemain pribumi seperti Anwar Soetan, Hans Taihattu, Soedarmadji, Achmad Nawir, Mo Heng (keturunan Hokkian) dan lain-lain mewakili Asia dalam Piala Dunia 1938 di Perancis. Namun tidak ada rasa mongkog atau plong di hati saya karena lagu yang dikumandangkan adalah lagu kebangsaan Nederland. Sekalipun ini bisa menjadi barometer bahwa negeri ini punya potensi dan peluang untuk berkiprah dalam World Cup kedepan.

Peristiwa tersebut juga dikarenakan Jepang yang seharusnya bertanding dulu dengan Hindia Belanda sedang perang dengan China. Akibat tindakan NIVU pula, Ir. Soeratin Bapak Sepakbola atau Soccer Indonesia ini menyatakan memutuskan perjanjiannya secara sepihak sebagai bentuk protes dalam Konggres PSSI di Solo. Seharusnya yang mewakili ke Perancis adalah seleksi antara pemain-pemain PSSI dan NIVU. Semangat patriotisme inilah yang muncul ditingkat grassroot pencinta bola Indonesia saat ini dan belum dapat diimbangi oleh pengurus PSSI.

Sosok pemuda seperti Soeratin inilah yang sangat dibutuhkan saat ini, dalam mengelola PSSI dan jagad persepakbolaan di negeri tercinta ini. Pemain-pemain sepertinya sudah banyak yang mempunyai tekad dan kualitas bagus, juga termasuk pemain naturalisasi yang bangga dengan garuda di dadanya. Penonton sebagai penikmat serta pemerhati bola juga sudah mulai mengidolakan timnasnya, meskipun ada beberapa tindakan yang kadang dirasakan kurang dewasa dengan amok atau tindakan anarkis. Pemangku kebijakan dan media mestinya juga melihat sepakbola dengan jernih penuh sportivitas jangan masuk arena politik. 

Terus PSSI mau kemana...kemana...kemana? Janganlah Perhelatan Akbar Sepak Bola Dunia di Brazil 2014, salah alamat ke Zimbabwe atau Nepal misalnya.... Semua itu menjadi media pembelajaran, memotivasi, instropeksi dan banyak hikmah untuk kita berprestasi ke depan. Menata sepakbola dengan hati tenang, pikiran yang jernih, dan mengasah kemampuan teknis yang lebih serta program nasional yang menyeluruh dan tentunya profesional dan sustainable. Sudahlah, kita coba dengan menjadi penikmat bola yang kritis namun tetep baik hati dan tidak sombong!

Jumat, 14 Oktober 2011

Sudah Klop!

Kehidupan yang menjadi harapan semua makhluk adalah kedinamisan. Allah Ta'ala menciptakan manusia agar menjadi pelopor kedinamisan itu di bumiNya. Ketika alam telah berimbang, sesuai dengan yang seharusnya maka kedamaian segera terwujud. Sebaliknya, ketika rakyat dizhalimi penguasa yang seharusnya dilindungi dan dilayani. Rakyat mencaci maki pemimpinnya, seharusnya mendoakan dan mengingatkannya. Maka alam pun ikut-ikutan murka, bumi bergoncang protes, langit memerah meredam amarah, air bergulung-gulung bergelombang, angin menerjang tak terkendalikan.

Banyak sekali ketidaksinkronan yang mengakibatkan malapetaka bagi negeri ini. Ketika tahun 1956 antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta terjadi perbedaan pendapat (suatu hal lumrah dalam alam demokrasi), dan berujung pada mundurnya Moh. Hatta dari jabatannya. Dwitunggal pun pecah, bahkan Aidit dalam komentarnya mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang namanya Dwitunggal. Demikian pula ketidaksinkronan antara ucapan rezim berkuasa dengan realitas empiris di masyarakat tentang kemajuan pembangunan. Yang terjadi hanyalah pembodohan, pencitraan dan kebohongan publik.

Perbedaan adalah sesuatu yang lazim, untuk memperkaya khasanah berpikir. Namun pasti ada follow up berupa kesepakatan biar klop! Laki-laki dan perempuan pasti berbeda, dengan akad nikah maka keduanya disatukan dalam sebuah komitmen membentuk keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Seperti orang Rembang mengatakan,"Tumbu entuk (oleh) tutup." Tumbu atau besek adalah tempat nasi kendurian dan tidak berfungsi baik sebagai tempat menyimpan tanpa tutup. Jadi ketika tumbu mendapatkan jodohnya berupa tutup, maka kehidupan menjadi dinamis kembali.

Suatu contoh lain adalah ketika seseorang telah menjadi pejabat negara, agar dia dalam menjalankan tugas dapat sesuai dengan harapan masyarakat maka harus bersumpah terlebih dahulu. Gimana sih bro, bukankah sebelum mereka dilantik biasanya juga sudah bersumpah,"Aku bersumpah Demi Allah!" Benar, apa yang sampeyan katakan, itu sumpah sebelum mereka membacakan point-point lainnya. Namun saya usul agar diakhir sumpahnya ditambah dengan ungkapan,"Celaka bagi orang-orang yang saya cintai jika saya melanggar sumpah ini!" Keren nggak coy.....

Mereka agar berpikir ulang ketika akan melanggar amanah rakyat. Ketika melangkah untuk perbaikan bangsa dan menjadi pelayan rakyat yang kreatif dan cekatan, selalu mengingat orang-orang yang dicintainya. Sumpah itu bukan mengekang aktifitasnya tetapi sebagai bagian kontrol agar lebih hidup dan dinamis itu tadi. Bisa nggak ya ucapan sumpah yang saya usulkan sebagai kontrol tadi diterima penerima kebijakan pembuat konstitusi?

Sidang pembaca, sampeyan sama saya tentunya dua pribadi yang berbeda. Saya mencoba menulis ibaratnya tumbunya, dan sangat berharap ketemu tutupnya yaitu rasa klop di hati sampeyan terhadap apa yang saya tulis ini. Namun tidak perlu dipaksakan karena akan menjadi tidak baik. Ketika sampeyan memang beda pendapat dengan saya, nggak masalah. Karena bukanlah sesuatu yang prinsip, enaknya dibikin enjoy saja dengan kesepakatan untuk tidak sepakat. Kan enak jadinya, tumbu oleh tutup itu tadi alias sudah ketemu solusinya. Inilah yang dikatakan kedinamisan hidup, karena saling pengertian dan menghargai perbedaan menuju kasih sayang.

Sikap saling membutuhkan atau simbiosis mutualisme ketika sampeyan memulai persahabatan itu penting lho. Coba, kalau temen sampeyan itu hanya memanfaatkan sampeyan untuk kepentingannya sendiri, maunya hanya berteman di kala senang saja. Pasti anda jadi nggak sreg, nggak klop banget gituuuu lho! Mereka hanya jadi parasit. Yaitu hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Seharusnya persahabatan menjadi media interaksi antara keduanya agar nyaman hidup berdampingan. Bagaikan ikan Remora dan Hiu, Jalak dan Kerbau, serta Lebah dan Bunga Sepatu.

Konsep keseimbangan Yin dan Yang juga bisa dikatakan sudah klop. Yin Yang janganlah dipersepsikan dengan kebaikan dan kejahatan. Kita melihatnya dari sudut pandang bahwa kedua kutub tersebut adalah kekuatan yang saling berhubungan dan saling membangun satu sama lain. Keduanya berlawanan dalam interaksi dengan dunia yang lebih luas dan sebagai bagian dari sistem yang dinamis. Maka tidaklah heran ketika dalam perjalanan hidup saya dan sampeyan pernah terjadi pernik-pernik pertikaian dan happy ending yang didapatkan. Harapan saya, kita nantinya juga mencapai khusnul khatimah dengan melewati sekian kali ujian dan cobaan. Klop dah!


Kamis, 13 Oktober 2011

Pas itu Pas!

Sering dalam suatu peristiwa, saya membutuhkan sesuatu dan pas banget secara tak terduga sudah tersedia. Dalam keadaan sulit dikarenakan harga sapi yang anjlog membuat beberapa rencana terbengkelai, ditambah lagi saat sulit seperti itu didatangi tamu yang meminta pinjaman uang. Biasanya kalau orang meminjam uang lebih membutuhkan daripada orang tersebut sekedar meminta. Maka uang yang sedianya untuk persiapan lain-lain menjadi terancam keberadaannya. Yang lucu misalnya uang tinggal 1,7 juta kok yang pinjem pas butuh uang segitu juga.

Terjadilah peperangan batin yang dahsyat antara meminjaminya (tanpa bunga tentunya Bro!) atau memohon maaf tidak bisa membantu kesulitannya karena untuk kepentingan sendiri yang mendesak. Sekedar hitung-hitungan akal tentu pilihan kedua yang dicentrang. Tapi rasa kesulitan yang sedang dihadapi orang tersebut mengingatkan bagaimana kalau kita sedang mengalami kesulitan yang sama dan tidak ada yang mau peduli. Akhirnya perang dinyatakan usai karena kemenangan telah diraih dengan memberikan keputusan melaksanakan pilihan yang pertama.

Esoknya, saya ditelpon seorang teman untuk diajak kerjasama menangani kegiatan bisnis, dan alhamdulillah ada yang lebih dari sekedar rencana yang saya butuhkan. Allah adalah Maha Sutradara, manusia sudah merencanakan maka Allah kemudian yang memberikan keputusan. Pas ada kebutuhan, pas ada peminjam, dan pas ada solusi. Mungkin inilah Pertamina menggunakan istilah Pasti Pas!

Pernah nggak anda lupa sesuatu, dingat-ingat sampai jungkir balik belum ketemu. Eee ketika sedang santai, pasrah sama yang Maha Mengetahui sambil momong anak, mak bedunduk pas tidak dicari malah keingetan tadi yangs sedang dicari-cari. Kebalikannya ketika ada problem besar menimpa diri kita, selalu berupaya dengan segala tenaga dan pikiran melupakan sementara waktu. Dengan tiduran, dengan membaca, dengan ngobrol sama istri, sedang mainan sama anak tetep saja keingetan.

Dicoba trik jitu dengan membaca Al Qur'an kemudian sholat malam saat dini hari sembari berdoa mohon Allah Ta'ala menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Tapi upaya ini justru semakin teringat, terngiang-ngiang di otak kita. Berpikirlah kemudian, jangan-jangan Allah sengaja membiarkan hambaNya seperti ini. Sampai tertidur dan bangunnya segar badan serta pikiran. Beraktifitas seperti biasa, tidak berusaha melupakan traumatik yang terjadi kemaren, justru malah lupa sendiri dengan apa yang terjadi. 

Kalau lihat artis yang pakai lipstik satu mili, bedaknya dua mili kali ya...biar tampak cantik, tapi tetep aja kurang cantik. Dipaksa dengan operasi plastik segala malah terkena penyakit. Sedangkan Ayu Ting Ting (ceile...!) pas dicoba tampil apa adanya dan rileks malah terlihat ayu. Bahkan tetangga saya memuji istrinya,"Wah kelihatan cantik sekali hari ini dia ya..." ketika dilihat tanpa make up rekayasa. Pas banget karo impen! Tarriiikkkk tuuuuuuun! Asoy pakdhe...

Pas itu memang tidak lebih dan tidak kurang. Semua sudah tepat, sebagaimana ajaran Islam itu sudah PAS! Mulur mungkret dalam urusan duniawi, semua penanganan masalah harus dihadapi dengan suasana dingin. Kebijaksaan dalam memutuskan pilihan, tergantung siapakah yang kita hadapi. Berbicara dengan nelayan, para pemabok, petani gurem tentunya juga berbeda ketika bertemu mahasiswa, pejabat dan entrepreneur. Tidak mungkin dengan wong tani menggunakan bahasa njlimet ilmiahnya kaum akademik. Nggak PAS!

Ingetkah anda kisah pembunuh 99 orang yang bertanya kepada ahli ibadah, karena menjawab tanpa ilmu dakwah maka ahli ibadah itupun menjadi sasaran orang ke-100 yang dibunuh sang residivis. kemudian bertanya kepada ulama (orang yang berilmu), dengan ilmu hikmah akhirnya sang penjahat pun menjadi luluh dan bertaubat kepada Allah Ta'ala. kemudian anda pasti juga ingat kisah orang badui (wong desa dan nomaden) di Arab ketika kencing di dalam masjid Rasulullah. Sikap sahabat marah, bahkan Umar bin Khatthab segera ambil tindakan keras untuk mengingatkan laki-laki tersebut. Tetapi Rasulullah mengingatkan Umar dengan kasih sayang, untuk membiarkan lelaki tersebut menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu agar uyuhe nggak nyepret-nyepret. Kemudian baru dinasehati cara kencing yang benar serta adab berada di rumah Allah, dan tentunya dibersihkannya najis urine tersebut dari lantai masjid.

Jadi Islam itu bukan kaku. Namun ketegasan hukumnya sangat amat jelas dan komplit. Kamil wa mutakamil yaitu sempurna dan menyempurnakan. Cocok seperti pakaian tidak longgar dan tidak kesempitan. Bisa di pakai untuk orang yang gemuk dan orang yang langsing. Bisa dikenakan orang yang tinggi jangkung dan isa pula untuk yang minimalis. Pokoke PASTI (Pas di Hati), letaknya sesuai banget di hati manusia karena hati adalah ukuran standart kepuasan.

Sreg..sreg..sreg!

Ketika melakukan aktivitas tentunya berupaya yang terbaik. Apa sih kompas terbaik ketika melakukan sesuatu? Untuk mencapai keberhasilan suatu kondisi yang diinginkan, seseorang tidak mau mengalami kegagalan yang berulang. Tentunya keberhasilan yang didapatkan bisa diraih dengan izin Allah Ta'ala. Sehingga kompas yang tepat adalah aturan-aturanNya. Keberuntungan dunia dan akhirat yang secara berimbang didapatkan.

Sesuatu yang menurut anda baik, belum tentu baik menurut Allah untukmu. Demikian pula sesuatu yang menurut anda jelek, belum tentu jelek menurut Allah untukmu. Allah memiliki rencana yang sangat indah untuk anda ketika anda berkhusnuzhan (berbaik sangka) kepadaNya. Dan karena manusia berprasangka jelek kepada Allah,menjadi sebuah doa yang akan kembali kepada dirinya sendiri. Ketika seseorang sudah berikhtiar dengan ikhlas, kemudian dia berdoa, sabar dan tawakal kepada Allah maka hasil apapun enak di hati. Sreg!

Rasa sreg itu berdasarkan asas keafdolan. Paling sesuai dengan rel yang ditentukan oleh Sang Pencipta. Jika kadang geser kanan atau geser ke kiri, agak ngebut atau sedikit perlahan berhati-hati dalam melaju adalah suatu kewajaran. Yang terpenting bagaimana agar arah tetap lurus ke depan, jangan sampai ke luar jalur rel. Disinilah setiap langkah kita menjadi sreg bagi Allah, dan otomatis sreg pula bagi kita.

Seorang entrepreneur sangat sreg ketika mendapatkan keuntungan yang melimpah. Namun lebih sreg ketika keuntungan itu diperoleh dengan cara yang halalan wa thayyiban. Seorang guru sangat sreg ketika melihat prestasi anak didiknya maju berkembang. namun sreg tersebut karena majunya bukan karena nilainya dikatrol oleh gurunya atau diajarin nyontek seperti yang diceritakan oleh beberapa siswa kepada saya. Pilot pesawat sreg dapat take off dan landing dengan selamat, biidznillah! Petani dan nelayan lebih sreg dan puas karena sukses ketika panen dengan kerja keras, bukan bermalas-malasan. Penulis juga sreg karena bukunya diminati banyak orang yang menikmati manfaatnya.

Bagaimana perasaan anda kalau didropout dari sekolah atau kampus? Mungkin terasa nggak sreg di hati karena ada kekecewaan. Namun, kita bisa melihat perjalanan Bill Gates mendirikan kerajaan IT dunia Microsoft setelah dikeluarkan dari kampusnya. Sreg bagi Allah akhirnya sreg juga bagi anda. Allah merencanakan sesuatu yang anda sendiri tidak mampu membacanya tanpa nurani.

Bagaimana perasaan anda ketika mengalami kebangkrutan usaha? Pasti nggak sreg di hati dan menyalah Tuhan tidak adil. Padahal, Thomas Alfa Edison gagal bereksperimen lebih dari seribu kali sebelum akhirnya mampu membuat bohlam lampu. Ya, lampu yang menerangi dunia ketika ada kegelapan malam. Sreg manakah anda antara terang atau gelap dunia ini?

Dan tentunya kita melihat banyak orang stres ketika sedang punya kekuasaan atau menuju kekuasaan. Mereka berebutan, sehingga banyak yang menggunakan segala cara ditempuh agar tercapai impiannya. Tidak sedikit kemudian meluapkan kekecewaan dengan saling menumpahkan darah antar pendukung. Mereka nggak merasa sreg dengan keputusan akhir. Karena mereka tidak belajar dari Abraham Lincoln yang sekian kali gagal dalam karir politiknya, bahkan nyaris gila. Dengan segala ketekunannya, akhirnya mencapai impian sebagai Presiden legendaris United States of America, sebuah negara adidaya di dunia sekarang ini.

Masih kurang sreg, dengan hidup anda sekarang ini?
Jawabnya tentu seperti sebuah iklan dulu yang pernah saya lihat di televisi : Sreg...sreg...sreg!