Selamat datang....

Semoga setelah membaca perasaan anda menjadi PLONG!

Sabtu, 15 Oktober 2011

Timnas Indonesia

Menuju Piala Dunia ke-20 di Brazil tahun 2014, Tim Garuda Merah Putih baru memasukkan 2 gol dan sudah kebobolan 8 gol. Masih tersisa 3 pertandingan lagi yaitu di kandang sekali melawan Iran, dan tandang ke Qatar dan Bahrain. Memang Indonesia mampu melewati jembatan babak kualifikasi kedua menuju ketiga, namun bersama 14 negara lainnya sudah ditunggu 5 negara utama Asia yaitu Jepang, Korea Selatan, Australia, Korea Utara dan Bahrain. Indonesia kemudian masuk satu group dengan Bahrain, Iran dan Qatar. Namun sekarang, dengan hasil tadi malam peluang berikutnya dapat dikatakan sangat sulit bahkan mustahil.

Piala Dunia merupakan impian bagi kita semuanya. Ingin rasanya dalam sisa umur menyaksikan suatu pertandingan sepak bola dunia yang disana dinyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ada rasa bangga ketika bangsa yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak dan sepakbola merupakan olahraga populer di masyarakat mampu bertanding sejajar dengan negara-negara jawara sepakbola lainnya. Tentunya sensasi plong akan tersa disana. Mungkin untuk 2014 jangan mimpi dulu, kecuali kun fayakun Allah Ta'ala yang membuat ketidakmungkinan menjadi tiada.

Jika melihat kiprah sepak bola negeri ini, kita sudah termasuk bangsa Asia yang tidak asing dengan dunia tendang bola. Ir Soeratin membentuk jiwa nasionalis melawan eksistensi penjajah Belanda justru melalui Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia. Sayang seribu sayang PSSI (sekarang Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) menjadi organisasi yang tidak jelas jluntrungnya kini. Mestinya kualitas pemain dari dulu dan sekarang tidak terlalu jauh berbeda, bahkan harusnya lebih baik.

Kita perlu membuka memori tentang itu. Berkat kemenangan VIJ (Voetbalbond Indonesia Jacatra) klub pribumi anggota PSSI atas SIVJ (Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond) suatu klub anggota Nederlandsch Indische Voetbal Bond dengan skor 2-1, maka NIVB (berikutnya menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie / NIVU) mengajak damai PSSI berupa Gentlement's Agreement pada tanggal 15 Januari 1937. Pada tanggal 7 Agustus 1937, PSSI bertanding melawan Kesebelasan Nan Hwa China (yang pernah mengalah Timnas Belanda 4-0) di Gelanggang Union Semarang dengan skor imbang 2-2. Artinya kita sedari dulu mampu bersaing dengan negara-negara lainnya di Asia.

Walaupun banyak juga yang membanggakan negeri ini atas nama NIVU (Organisasi Sepakbola Hindia Belanda atau Deutch East Indie) yang diakui FIFA dengan beberapa pemain pribumi seperti Anwar Soetan, Hans Taihattu, Soedarmadji, Achmad Nawir, Mo Heng (keturunan Hokkian) dan lain-lain mewakili Asia dalam Piala Dunia 1938 di Perancis. Namun tidak ada rasa mongkog atau plong di hati saya karena lagu yang dikumandangkan adalah lagu kebangsaan Nederland. Sekalipun ini bisa menjadi barometer bahwa negeri ini punya potensi dan peluang untuk berkiprah dalam World Cup kedepan.

Peristiwa tersebut juga dikarenakan Jepang yang seharusnya bertanding dulu dengan Hindia Belanda sedang perang dengan China. Akibat tindakan NIVU pula, Ir. Soeratin Bapak Sepakbola atau Soccer Indonesia ini menyatakan memutuskan perjanjiannya secara sepihak sebagai bentuk protes dalam Konggres PSSI di Solo. Seharusnya yang mewakili ke Perancis adalah seleksi antara pemain-pemain PSSI dan NIVU. Semangat patriotisme inilah yang muncul ditingkat grassroot pencinta bola Indonesia saat ini dan belum dapat diimbangi oleh pengurus PSSI.

Sosok pemuda seperti Soeratin inilah yang sangat dibutuhkan saat ini, dalam mengelola PSSI dan jagad persepakbolaan di negeri tercinta ini. Pemain-pemain sepertinya sudah banyak yang mempunyai tekad dan kualitas bagus, juga termasuk pemain naturalisasi yang bangga dengan garuda di dadanya. Penonton sebagai penikmat serta pemerhati bola juga sudah mulai mengidolakan timnasnya, meskipun ada beberapa tindakan yang kadang dirasakan kurang dewasa dengan amok atau tindakan anarkis. Pemangku kebijakan dan media mestinya juga melihat sepakbola dengan jernih penuh sportivitas jangan masuk arena politik. 

Terus PSSI mau kemana...kemana...kemana? Janganlah Perhelatan Akbar Sepak Bola Dunia di Brazil 2014, salah alamat ke Zimbabwe atau Nepal misalnya.... Semua itu menjadi media pembelajaran, memotivasi, instropeksi dan banyak hikmah untuk kita berprestasi ke depan. Menata sepakbola dengan hati tenang, pikiran yang jernih, dan mengasah kemampuan teknis yang lebih serta program nasional yang menyeluruh dan tentunya profesional dan sustainable. Sudahlah, kita coba dengan menjadi penikmat bola yang kritis namun tetep baik hati dan tidak sombong!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar